Netralitas Aparat dan Penyelenggara Pemilu Indikator Kesuksesan Pelaksanaan Pilkada

Netralitas Aparat dan Penyelenggara Pemilu Indikator Kesuksesan Pelaksanaan Pilkada

Oleh : Farid Gunawan

Netralitas aparat dan penyelenggara pemilu menjadi salah satu pilar penting yang menjamin terlaksananya Pilkada yang adil, jujur, dan berintegritas. Dalam kontestasi politik seperti Pilkada, netralitas ini bukan hanya sebatas formalitas, tetapi merupakan elemen krusial yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Masyarakat mengharapkan aparat keamanan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dapat menjalankan perannya tanpa keberpihakan, demi menciptakan proses pemilu yang sehat dan bebas dari kepentingan politik tertentu.

Komitmen untuk menjaga netralitas ini harus didukung oleh pengawasan dan transparansi yang ketat dari berbagai pihak. KPU dan Bawaslu, diharapkan selalu bersikap objektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Langkah ini termasuk memastikan semua calon memiliki kesempatan yang sama tanpa ada tindakan diskriminatif. Begitu pula dengan TNI dan Polri, yang memainkan peran vital dalam menjaga ketertiban dan keamanan selama proses Pilkada berlangsung, sehingga masyarakat bisa merasakan situasi yang aman dan kondusif tanpa intervensi dari pihak manapun.

Ketua Umum Pengurus Besar Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (PB Inspira), Rizqi Fathul Hakim menilai kinerja Polda Banten sangat baik terutama menjelang Pilkada Serentak 2024. Jaminan netralitas ini sangat penting bagi masyarakat untuk dapat merasa aman dan percaya pada proses demokrasi yang akan berlangsung. Oleh karena itu, Rizqi mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, budayawan, dan kaum muda, untuk turut menjaga keamanan dan tradisi lokal di tengah perbedaan pilihan politik.
Pentingnya netralitas dalam Pilkada bukanlah sekadar harapan masyarakat semata, tetapi juga menjadi cerminan keberhasilan demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan pemilu yang netral akan berdampak pada kualitas kepemimpinan daerah yang terpilih, karena pemimpin tersebut diharapkan muncul atas pilihan murni dari rakyat, bukan dari hasil manipulasi. Selain itu, netralitas yang ditunjukkan oleh penyelenggara dan aparat juga menunjukkan bahwa negara serius dalam menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Netralitas juga dapat mengurangi potensi konflik selama Pilkada. Dalam sejarah pemilu di Indonesia, perpecahan kerap terjadi ketika ada dugaan ketidaknetralan atau ketidakadilan yang dilakukan oleh penyelenggara maupun aparat keamanan. Oleh karena itu, menjaga netralitas berarti juga berkontribusi dalam menjaga stabilitas keamanan nasional, khususnya di masa-masa pemilihan yang rawan konflik. Apabila netralitas ini terjaga, maka masyarakat akan lebih siap menerima hasil Pilkada tanpa adanya kecurigaan atau protes yang mengarah pada konflik sosial.
Sebagai upaya menjaga netralitas, pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan dan kode etik yang ketat bagi para penyelenggara dan aparat. Kode etik ini berlaku untuk memastikan setiap tindakan dan keputusan yang diambil sesuai dengan prinsip demokrasi dan tidak mencederai rasa keadilan masyarakat. Selain itu, sanksi yang tegas juga disiapkan bagi siapa saja yang terbukti melanggar asas netralitas ini. Implementasi kode etik dan penegakan sanksi adalah langkah penting dalam memastikan bahwa siapa pun yang memiliki kuasa dalam penyelenggaraan Pilkada dapat bertindak profesional dan tidak menyalahgunakan wewenangnya.
Penjabat Wali Kota Sukabumi, Kusmana Hartadji mengatakan pentingnya menjaga integritas dan netralitas bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menghadapi Pilkada 2024. ASN wajib tidak berpihak dalam urusan politik, kecuali demi kepentingan bangsa dan negara. Sebagai pelayan publik, ASN harus menjaga kehormatan agar tidak terlihat berpihak kepada kelompok tertentu. Netralitas ASN menjadi isu yang diawasi secara ketat, baik oleh masyarakat maupun Badan Kepegawaian Negara (BKN). Karena kewenangan yang dimiliki ASN, mereka sangat rentan dipengaruhi oleh calon kepala daerah
Selain dari aspek regulasi, peran pengawasan masyarakat menjadi aspek tambahan yang penting. Dalam hal ini, masyarakat dan organisasi masyarakat sipil didorong untuk ikut memantau jalannya Pilkada secara independen. Dengan pengawasan langsung dari masyarakat, setiap tindakan yang dianggap melanggar netralitas dapat segera dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh otoritas yang berwenang. Kehadiran masyarakat sebagai pengawas independen ini diharapkan mampu memperkuat kepercayaan publik terhadap proses Pilkada yang berlangsung.
Dalam konteks Pilkada 2024, menjaga netralitas juga menjadi tantangan tersendiri mengingat luasnya wilayah dan banyaknya kontestasi yang berlangsung secara serentak di berbagai daerah. Situasi ini membutuhkan koordinasi yang kuat antara KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan agar semua tahapan dapat berlangsung sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sinergi antara seluruh pihak terkait dalam Pilkada ini diharapkan dapat menjaga kondisi politik yang stabil di Indonesia, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada kelancaran proses Pilkada secara keseluruhan.
Pada akhirnya, kesuksesan Pilkada tidak hanya ditentukan oleh hasil akhir dari proses pemungutan suara, tetapi juga oleh integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap proses yang berjalan. Oleh karena itu, netralitas aparat dan penyelenggara pemilu menjadi tolok ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan Pilkada. Dengan menjaga netralitas, pemerintah dan seluruh instansi terkait telah memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan lingkungan demokrasi yang sehat, serta memajukan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

)* Penulis adalah seorang mahasiswa salah satu PTS di Sukabumi