Apresiasi Kebijakan Pemerintah Blokir Situs Radikal Jelang Pemilu

Apresiasi Kebijakan Pemerintah Blokir Situs Radikal Jelang Pemilu

Oleh: Silvia Anggun P

Menjelang Pemilu 2024, konten hoaks bahkan yang mengandung paham radikalisme kian merajalela. Banyak akun-akun palsu yang menyebarkan informasi tidak sesuai fakta. Bahkan terdapat pula akun-akun yang sengaja menyebarkan aliran radikalisme terorisme. Ditambah lagi bersamaan dengan mencuatnya perang Palestina dan Israel, konten berbau radikalisme terus digaungkan oleh pihak tak bertanggung jawab.

Sejak awal bulan Juli 2023 sampai hari ini, Kominfo menemukan ratusan akun dan konten indoktrinasi yang menyebarkan paham radikalisme. Konten internet yang terindikasi memuat aktivitas indoktrinasi dan penyebaran paham radikalisme telah diputus aksesnya sebulan terakhir.

Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut telah men-take down atau memblokir ratusan situs yang mengandung unsur radikalisme dan terorisme sesuai dengan permintaan dari Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

Adapun hal ini dilaksanakan sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk menciptakan Pemilu 2024 yang damai dan sejahtera
Budi menegaskan tidak tebang pilih untuk segera diblokir situs yang berpotensi memecah belah bangsa terutama menjelang Pemilu 2024 mendatang. Semua situs, yang bisa memecah belah persatuan bangsa pasti akan segera dinonaktifkan. Menurut Budi, pendiri bangsa Indonesia telah susah payah merebut kemerdekaan, maka semua unsur yang akan memecah belah persatuan akan dimusnahkan.

Menkominfo sudah bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT) terus melakukan pemantauan platform digital yang memuat konten radikalisme dan terorisme. Hasil pantauan bersama TNI dan BNPT menunjukkan peningkatan signifikan penyebaran konten radikalisme. Ada yang terafiliasi Jemaah Ansharud Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiah (JI).

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan, politisasi agama menjadi salah satu pemicu utama munculnya radikalisme dan terorisme. Menurut Ahmad, radikalisme dan terorisme itu akar masalahnya adalah ideologi. Pemicu utamanya adalah politisasi agama, sehingga perlu dilakukan ikrar bersama, menandatangani fakta integritas supaya menghadapi Pemilu 2024 secara damai dan tidak ada lagi unsur politisasi agama.
Disamping itu tercatat Kominfo, konten paling banyak berada di platform Twitter atau sekarang bernama X dengan kurang lebih berjumlah 116 konten, lebih dari 46 konten di Facebook, lebih dari 11 konten di Instagram dan termasuk juga konten di YouTube. Budi menyebutkan pemutusan sudah dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selanjutnya, kemenkominfo terus melakukan pencarian konten di situs web atau platform, dengan memakai mesin AIS setiap dua jam sekali. Sementara itu, apabila menemukan konten atau situs radikalisme, terorisme, dan separatisme, Menteri Kominfo meminta masyarakat untuk melaporkannya ke aduankonten.id atau melalui akun Twitter/X @aduankonten.
Dengan kata lain, pemerintah Indonesia serius dalam mengambil langkah-langkah untuk melindungi masyarakat dari bahaya radikalisme dan terorisme di dunia maya. Tindakan ini adalah upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan negara serta mengurangi resiko dampak negatif dari ideologi radikal dan tindakan terorisme.
Tindakan yang dilakukan Kominfo ini seolah menyuarakan satu perjuangan khusus, yaitu berantas virus radikalisme yang mulai berkembang di dunia digital. Disinilah peran masyarakat sangat diperlukan untuk memberantas semua informasi radikal agar tidak merusak tatanan negara.
Untuk memastikan bahwa upaya mereka efektif dan positif, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah pendidikan dan literasi digital. Masyarakat perlu mengenali dan menghindari konten yang bersifat radikal atau berbahaya. Selain itu, mereka juga harus memahami etika komunikasi online, sehingga dapat berpartisipasi dalam diskusi dan berbagi informasi dengan cara yang santun dan bermartabat.
Kolaborasi dengan lembaga resmi juga sangat penting. Misalnya, pesantren dan lembaga pendidikan Islam dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam mengidentifikasi dan melaporkan situs web atau akun media sosial yang mencurigakan. Ini akan membantu pemerintah mengambil langkah-langkah yang sesuai dalam menangani ancaman yang muncul di dunia maya.
Saat ini, akun radikal cenderung bermain cantik, yakni dengan memberikan informasi akurat mengenai suatu hal misalnya informasi fakta flora dan fauna. Hal ini dilakukan guna menarik dan meningkatkan minat pembaca. Namun didalamnya mereka menyelipkam informasi radikalisme. Apabila masyarakat tidak sadar akan hal itu, maka bisa jadi mereka terpapar paham tersebut.
Pola penyebaran massif yang dilakukan oleh seluruh pihak baik pemerintah maupun masyarakat akan memberikan dampak yang signifikan untuk perdamaian di media sosial maupun media lainnya, sehingga setiap individu menjadi agen yang proaktif dan kuat untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian.
Maka masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan mendukung upaya pemerintah dalam menangkal ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan menjelang Pemilu 2024. Adapun cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pelaporan apabila menemukan situs, aplikasi, atau media radikal, sekaligus selalu melakukan pemantauan tindak lanjut terhadap laporan yang dibuat pada Kementerian Kominfo maupun Kepolisian. Dengan komitmen untuk menjaga nilai-nilai persatuan, kesatuan, dan etika yang benar, masyarakat dapat memberikan kontribusi positif dalam membangun Pemilu yang harmonis dan dapat berdampingan secara damai, walaupun berbeda pilihan.
)* Penulis adalah mahasiswa Psikologi Universitas Pendidikan Indonesi

Post Comment