Bakar Eskavator, KST Papua Harus Ditindak
Bakar Eskavator, KST Papua Harus Ditindak
Oleh : Viktor Awoitauw
Kelompok Separatis Teroris (KST) layak mendapatkan tindakan tegas karena kelompok tersebut tidak hanya menebar teror, tetapi juga kerap melakukan pengrusakan, seperti yang terjadi di Kampung Woda, Distrik Raimbawi, Kabupaten Yapen, Papua. Di mana KST melancarkan aksinya dengan membakar satu alat berat excavator.
Selain membakar excavator, KST juga mengibarkan bendera bintang kejora di tempat kejadian perkara. Aksi tak terpuji tersebut tentu harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah khususnya aparat keamanan, jangan sampai KST memiliki kekuasaan untuk menebar teror.
Apalagi KST juga mengancam akan melakukan aksi kejahatan apabila anggotanya tidak dibebaskan. Ancaman inilah yang akhirnya diantisipasi dengan pengiriman pasukan Brimob ke Kabupaten Kepulauan Yapen.
Pembakaran tersebut tentu saja menjadi bukti bahwa KST menolak pembangunan dan tidak suka melihat kemajuan di Papua. KST telah menunjukkan identitasnya sebagai gerakan separatis dibalut dengan semangat kemerdekaan Papua.
Tindakan pembakaran Excavator tentu saja amat sangat keterlaluan, KST tak ubahnya gerakan berisi orang pengecut yang hanya ingin merusak dan menghancurkan kedamaian di Papua. KST yang katanya menginginkan kemerdekaan, nyatanya mereka hanya membual dengan narasi kemerdekaan semu dan terus melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan di Papua.
Selain membakar alat berat, pada 20 Mei 2023 lalu, terjadi pembakaran rumah warga di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Dalam peristiwa tragis tersebut, yang terbakar adalah rumah semi permanen milik pendeta Loas Kogoya dan Daniel Emba.
Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo selaku Kabid Humas Polda Papua mengatakan, aksi pembaaran rumah pendeta tersebut terjadi pada pukul 15.30 WIT. Kerugian materiil yang disebabkan oleh kebakaran tersebut diperkirakan mencapai 300 juta rupiah.
Salah satu anggota KST, Sebby Sembom mengaku bahwa pihaknya yang melakukan pembakaran. KST melakukannya karena masih dalam masa perang melawan aparat keamanan.
Masyarakat-pun mengecam aksi pembakaran tersebut. Bagaimana bisa KST secara tega membakar rumah warga, Apalagi yang dibakar oleh KST adalah rumah milik pendeta/tokoh agama, di mana seharusnya tokoh agama adalah sosok yang harus dilindungi dan dihormati. Pembakaran tersebut tentu saja membuktikan bahwa KST tidak lagi takut dengan sang pencipta.
Melihat rekam jejak KST di Papua, sepertinya memang cocok disebut sebagai kelompok separatis, bukan organisasi yang menginginkan kemerdekaan bagi Papua. KST tidak hanya melawan aparat, mereka juga membuat resah masyarakat asli Papua.
Label pengkhianat juga bisa disematkan kepada KST, karena mereka telah menunjukkan suaranya untuk menolak Indonesia. Pengkhianat akan terus berusaha melakukan pemberontakan dengan segala cara, termasuk dengan cara-cara kekerasan, seperti pembakaran kendaraan, pengrusakan fasilitas umum hingga mengibarkan bendera bintang kejora yang merupakan simbol Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Mahfud MD selaku Menteri Koordinator (Menko) Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penegakan terhadap KST perlu dilakukan, karena kelompok tersebut telah merusak harmoni di tengah-tengah kedamaian masyarakat. Padahal keamanan serta kedamaian di Papua akan mendukung progres pembangunan Papua.
Dirinya menegaskan, bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga Papua agar tetap menjadi bagian integral dari NKRI, Baik secara politik, konstitusi dan hukum internasional. Pemerintah juga tetap pada komitmennya untuk membangun Papua dengan damai. Apalagi hal tersebut juga telah tertulis pada instruksi presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020.
Apa yang telah dilakukan oleh KST rupanya hanya menggerogoti kebahagiaan rakyat Papua. Tindakan keji gerombolan bersenjata ini hanya menghambat pembangunan yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Pembangunan yang bertujuan untuk memperkuat visi Indonesiasentris, namun aksi bejad KST seperti benalu yang menghambat kemajuan Papua.
Pada Januari 2023 lalu, warga Oksibil Papua terpaksa harus mengungsi karena merasa keamanannya terancam akibat pembakaran bangunan serta penembakan yang dilakukan oleh KST di dalam Kota Osibil. Kurang lebih terdapat 58 orang yang diungsikan ke Jayapura, di mana sebagian dari mereka adalah anak-anak dan ibu hamil.
Warga yang mengungsi-pun difasilitasi dengan menggunakan pesawat CN milik TNI AU dan pesawat carter Caravan Smart Air. Para pengungsi telah berkumpul di Bandara Oksibil dan meminta aparat keamanan untuk memfasilitasi mereka untuk mengungsi ke Jayapura.
Aktivitas mengungsi tersebut juga menjadi gambaran betapa KST sangat ahli dalam memberikan ancaman kepada masyarakat. Bahkan Ketika aparat keamanan datang ke lokasi, KST memberikan tembakan hingga hingga menyebabkan tiga personel kepolisian mengalami luka-luka.
KST sudah seperti virus yang merusak perdamaian serta rasa aman bagi warga Papua. Keberadaannya telah membuat banyak hal di Papua merasa kacau. Ancaman dan pengrusakan seakan menjadi rutinitas mereka.
Sehingga tidak ada pillihan paling tepat selain memberikan tindakan secara tegas kepada KST guna meredam aksi bejad mereka dan tentunya menjaga perdamaian serta keamanan di Papua. Karena sampai kapanpun, Papua adalah bagian integral dari Indonesia yang harus dijaga dari kelompok separatis yang kerap menebar ancaman.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bandung
Post Comment