Bersama Cegah Penyebaran Radikalisme Jelang Pemilu 2024
Bersama Cegah Penyebaran Radikalisme Jelang Pemilu 2024
Oleh Nursyifa Daniati
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) melibatkan tiga pilar pertahanan tingkat kelurahan/desa di berbagai wilayah provinsi di Tanah Air dalam rangka memastikan Pemilu 2024 berjalan aman dan damai.
Upaya pelibatan ketiga pilar akar rumput ini, didorong melalui peningkatan kemampuan aparatur kelurahan/desa mengenai pencegahan ancaman radikalisme maupun terorisme yang berpotensi muncul jelang pesta demokrasi Pemilu 2024. Seperti yang sering disampaikan Kepala BNPT, Komjen Pol Rycko Amela Dahniel bahwa radikalisme dan terorisme tidak sesuai dengan ideologi bangsa dan justru mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Direktur Pembinaan Kemampuan (Binpuan) BNPT, Brigjen Pol. Wawan Ridwan, S.I.K., S.H., M.H., mengatakan dalam rangka menciptakan Pemilu 2024 yang damai dan tidak ada gejolak – gejolak sosial dari tataran akar rumput, perlu dilakukan peningkatan kemampuan tiga pilar pertahanan pada tingkat kelurahan/desa, yaitu Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Lurah/Kepala desa.
Hal tersebut disampaikan Wawan saat membuka kegiatan Pelatihan Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Lurah/Kepala desa dalam rangka Antisipasi Potensi Ancaman Tindak Pidana Terorisme Menjelang Pemilu 2024 di Banten pada 7 – 9 November 2023 lalu.
Direktur Binpuan BNPT tersebut juga menambahkan, pelibatan tiga pilar aparatur kelurahan/desa ini penting dilakukan mengingat fungsi deteksi dan cegah dini oleh mereka di wilayah desa/kelurahan harus dioptimalkan. Jika bisa implementasi tiga pilar sebagai pertahanan paling krusial dan utama dalam deteksi dan cegah dini dilakukan lebih awal agar tidak akan terjadi aksi – aksi merugikan yang dapat mengganggu maupun menghambat jalannya Pemilu 2024.
Selain menjalankan fungsi deteksi dan cegah dini, tiga pilar juga berperan dalam mengembangkan semangat damai lintas pemahaman dan agama untuk terwujudnya desa/kelurahan yang bebas dari intoleransi, radikalisme, dan terorisme serta terwujudnya Pemilu Damai 2024. Di samping itu, Pondok Pesantren (Ponpes) dinilai memiliki peran strategis dalam mengawal perdamaian dan toleransi di Indonesia, terutama menjelang Pemilu 2024. Apalagi, pada setiap perhelatan akbar demokrasi lima tahunan tersebut, Ponpes selalu menjadi primadona bagi para kontestan politik untuk meraih suara dukungan.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Fath Kota Bekasi, KH Taufik Abdul Hamid mengatakan jumlah pesantren di seluruh Indonesia tergolong besar, yaitu mencapai 39.043 berdasarkan data Kementerian Agama pada tahun 2022-2023. Sehingga memungkinkan pesantren untuk memainkan peran dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberlangsungan upaya mencegah intoleransi, radikalisme, hingga terorisme, jelang Pemilu 2024.
Kiai Taufik menilai, Ponpes sejauh ini telah bersama-sama dengan pemerintah melakukan upaya pencegahan radikalisme dan terorisme yang dikhawatirkan dapat mengoyak persatuan dan kesatuan kebangsaan. Ia pun mendukung langkah-langkah pemerintah dalam rangka mencegah tersebarnya paham radikal dan intoleransi di Indonesia.
Mulai dari pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap kota/kabupaten se-Indonesia, hingga pemberdayaan mantan Napi teroris yang telah dideradikalisasi. Mengenai hal ini, mantan Napi teroris yang telah bertaubat tersebut dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat untuk menyuarakan toleransi, kedamaian, dan persatuan bangsa. Selain itu literasi oleh mantan Napi teroris dapat memberikan gambaran secara langsung kepada masyarakat tentang dampak buruk paham radikal dan terorisme, baik bagi individu pelaku maupun bangsa secara keseluruhan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja berharap pemuka agama dapat membantu penyelenggara Pemilu dalam menurunkan tensi politik jelang kontestasi politik Pemilu 2024. Bagi Bagja, para pemuka agama juga memiliki peran dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya terkait hal yang dapat menjadi masalah, misalnya soal politik uang, politisasi SARA, intoleransi, dan lain sebagainya. Bagja juga mengajak kepada para Uskup, Romo dan pemuka agama untuk ikut menjadikan Pemilu dan Pemilihan Serentak di tahun 2024 penuh riang gembira dan menyejukkan. Para pemuka agama diharapkan tetap terus bersama-sama dengan KPU dan Bawaslu dalam proses-proses penyelenggaraan demokrasi di Indonesia kedepannya.
Bagja juga menjelaskan catatan evaluasi Pemilu dan pemilihan sebelumnya, diantaranya terkait penyediaan Data Pemilih Tetap (DPT) yang tidak akurat, politik uang, netralitas ASN, TNI, dan Polri. Catatan lainnya, lanjut Bagja, adalah tentang netralitas kepala desa, perangkat desa dan penggunaan hak pilih orang lain, kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan. Maraknya hoaks dan politisasi SARA, juga turut menjadi perhatian, di samping sejumlah hambatan lainnya, seperti surat suara kurang, kampanye di luar jadwal, dan persoalan keamanan dan ketertiban.
Peran tokoh agama bersama dengan tokoh masyarakat begitu sentral, terutama dalam menyerukan kepada umat, jamaah atau jemaatnya dan masyarakat untuk menjaga persatuan meski berbeda pandangan dan pilihan politik. Kontribusi positif dan aktif para tokoh agama serta tokoh masyarakat diperlukan untuk mencegah dan membantu menyelesaikan konflik yang berpotensi terjadi selama penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024. Namun demikian, seluruh elemen masyarakat juga harus ikut mewujudkan kedamaian Pemilu 2024, dengan menghindari provokasi dan ajaran paham radikal maupun intoleransi yang dapat merusak kegembiraan pesta demokrasi Pemilu 2024.
)* penulis merupakan mahasiswi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Bante
Post Comment