Bersinergi Mencegah Politik Identitas Jelang Pemilu 2024
Bersinergi Mencegah Politik Identitas Jelang Pemilu 2024
Oleh : Gema Iva Kirana
Masyarakat perlu berkontribusi dan bersinergi untuk mencegah politik identitas jelang Pemilu 2024. Jangan sampai politik identitas dan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) merusak prosesi Pemilu.
Pemilu 2024 harus disukseskan agar tercapai demokrasi di Indonesia. Masyarakat menyambut Pemilu dengan meriah dan mereka tertib memberikan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) tanggal 14 Februari 2024. Mereka ingin menjaga agar Pemilu damai dan tentram tanpa ada permusuhan di negeri ini.
Akan tetapi jelang Pemilu ada isu politik identitas yang bisa mengancam kesuksesannya. Politik identitas adalah situasi ketika seorang politisi menggunakan identitas seperti keyakinan, ras, latar belakang, sebagai pembeda dengan yang lain. Ketika ada politik identitas maka dampak buruknya adalah hanya warga dari ras atau latar belakang yang sama yang akan mendukungnya, lalu menghina orang lain karena memiliki perbedaan identitas.
Oleh karena itu semua pihak bersinergi mencegah politik identitas pada Pemilu 2024. Anggota Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Lolly Suhenty menyatakan bahwa Bawaslu mengharapkan dukungan dari tokoh-tokoh agama dalam mencegah politik identitas.
Lolly melanjutkan, Bawaslu harus memiliki rujukan jelas untuk mengawasi kampanye tanpa politik identitas. Terlebih masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap Bawaslu untuk mencegah dan menindak dugaan pelanggaran kampanye yang menggunakan politisasi SARA. Oleh karena itu Bawaslu berharap ada pasal khusus pada UU Pemilu yang membahas tentang pengertian dan bahaya politik identitas, beserta hukumannya.
Ketika Bawaslu mencegah politik identitas maka masyarakat diharap untuk bekerja sama. Tujuannya untuk menyukseskan Pemilu 2024. Masyarakat dihimbau untuk menolak politik identitas dan bersinergi dalam menghindarinya. Kerja sama untuk menghalau politik identitas dilakukan dengan beberapa pihak seperti Bawaslu, KPU (Komisi Pemilihan Umum), dan aparat keamanan.
Isu politik identitas dikhawatirkan semakin meningkat di kalangan masyarakat. Perpecahan itu tidak bisa ditoleransi untuk setiap tahapan tahunan pada Pemilu. Jangan sampai ada kelompok atau golongan yang menggulirkan isu politik identitas. Hal itu dapat menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.
Politik identitas sangat berbahaya karena bisa menganggap orang yang tidak satu keyakinan atau etnis adalah musuh. Bahkan bisa dipakai oleh seorang politisi untuk menjatuhkan lawan politiknya. Caranya dengan menggiring opini publik bahwa seorang capres tidak layak menjadi pemimpin karena berasal dari etnis tertentu.
Ketika ada kampanye yang menggunakan politik identitas maka berbahaya karena bisa memunculkan diskriminasi dan rasisme. Terdapat stereotip yang menganggap bahwa capres yang berasal dari etnis tertentu orangnya pelit. Padahal itu hanya tuduhan yang tidak berdasarkan fakta, dan dilontarkan oleh provokator yang ingin mengacaukan masa Pemilu di Indonesia.
Saat ada oknum tim sukses caleg yang menggunakan isu politik identitas maka masyarakat bisa langsung melaporkannya ke Bawaslu dan aparat keamanan. Ketika kasus sudah diusut maka tidak ada lagi oknum yang menggunakan politik identitas sebagai senjata untuk memenangkan caleg dalam Pemilu.
Sementara itu, Isu politik identitas mengundang perhatian salah satu tokoh Ormas Islam DIY, yakni Ustad Umar Said. Ia berharap, masyarakat bisa menahan diri. Dengan begitu, tidak ada gejolak dalam Pemilu 2024 yang bisa mengantarkan suatu perpecahan.
Ustad Umar Said menyatakan bahwa sebenarnya perpecahan itu tidak bisa ditoleransi untuk setiap tahapan tahunan pada Pemilu. Dia berharap tidak ada kelompok atau golongan yang menggulirkan isu politik identitas. Sebab hal itu dapat menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.
Politik Identitas bukan merupakan hal baru di era demokrasi. Hal ini dijadikan cara untuk mendapatkan suara sebanyak banyaknya pada pemilu 2019. Strategi ini memiliki risiko yang besar jika dilakukan secara berlebihan yang akan memicu disintegrasi bangsa. Fenomena ini sangatlah serius karena menguatnya politik identitas diiringi dengan gencarnya penyebaran hoaks sangat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Ustad Umar juga berharap tidak ada politisi yang berkampanye dengan menggunakan politik identitas. Semua peserta Pemilu 2024, agar dapat bersikap bijaksana ketika memberikan pernyataan kepada masyarakat. Jangan sampai pernyataan itu menggiring opini publik ke ranah perpecahan, dan para politisi harus bisa mengendalikan diri.
Dalam artian, politik identitas berbahaya karena digunakan sebagai alat kampanye yang salah. Ketika ada politisi yang mengunggulkan sukunya maka ia berpotensi menghina suku lain. Akibatnya isu SARA kembali meluas di Indonesia dan bisa menyebabkan perpecahan di masyarakat. Oleh karena itu semua pihak wajib bekerja sama untuk mencegah politik identitas, demi persatuan bangsa dan Pemilu 2024 yang damai.
Dengan sinergi antara masyarakat, Bawaslu, dan tokoh agama, maka isu politik identitas bisa dihapuskan di Indonesia. Politik identitas harus dihindari karena berpotensi menyebabkan kerusuhan dan menghancurkan Pemilu damai. Pemilu 2024 harus disukseskan dan ada kolaborasi untuk mencapainya, salah satunya dengan membuat program anti politik identitas.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institut
Post Comment