Dukung Upaya Pemerintah Stabilkan Nilai Tukar Rupiah dan Redam Gejolak Pasar IHSG Pasca Kebijakan Tarif Trump

Dukung Upaya Pemerintah Stabilkan Nilai Tukar Rupiah dan Redam Gejolak Pasar IHSG Pasca Kebijakan Tarif Trump

Oleh: Rani Gunawan

Pasca kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ekonomi global, termasuk Indonesia, menghadapi tekanan yang tidak ringan. Meskipun Trump menunda implementasi tarif selama 90 hari, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan tetap melakukan berbagai upaya negosiasi dan antisipasi untuk melindungi kepentingan nasional.
Langkah cepat dan terukur pemerintah patut diapresiasi, karena menunjukkan kesiapsiagaan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah gejolak global. Fluktuasi nilai tukar rupiah dan tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi perhatian serius pemerintah untuk segera distabilkan.
Kebijakan tarif Trump, yang memicu ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China, membawa dampak sistemik terhadap pasar keuangan dunia. Indonesia, sebagai bagian dari rantai pasok global, ikut merasakan imbasnya, terutama pada nilai tukar rupiah yang sempat terdepresiasi terhadap dolar AS.
Namun demikian, pemerintah menunjukkan tanggapan cepat dan kebijakan yang efektif. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa kondisi nilai tukar rupiah tetap terkendali, berkat kebijakan stabilisasi yang dijalankan secara konsisten oleh Bank Indonesia. Penguatan rupiah sebesar 0,94 persen pada Maret 2025, setelah sempat melemah di Februari, merupakan bukti nyata dari efektivitas kebijakan ini.
Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter yang proaktif, termasuk pengaturan suku bunga dan intervensi di pasar valuta asing, yang terbukti berhasil menjaga stabilitas nilai tukar dan memberi sinyal positif kepada investor global. Langkah-langkah ini juga menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam menjaga kepercayaan pasar.
Pemerintah dan Bank Indonesia bekerja dalam satu irama untuk memastikan bahwa gejolak di pasar keuangan tidak mengganggu fondasi ekonomi nasional. Pemerintah tetap melakukan negosiasi aktif terhadap kebijakan tarif Trump yang ditunda 90 hari tersebut, sambil terus menjalankan strategi domestik yang adaptif terhadap dinamika global.
Dalam konteks ini, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai bahwa intervensi Bank Indonesia sangat strategis dan krusial. Ia menjelaskan bahwa ketegangan geopolitik global, terutama antara AS dan Tiongkok, menimbulkan capital outflow dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun berkat tindakan cepat pemerintah dan BI, tekanan tersebut berhasil diminimalkan dan pasar tetap stabil.
Kebijakan moneter yang responsif juga memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar bahwa pemerintah siap menjaga fundamental ekonomi. Suku bunga dijaga tetap menarik, dan intervensi yang dilakukan secara berkala menstabilkan ekspektasi pelaku pasar terhadap rupiah.
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengoptimalkan kebijakan fiskal. Penguatan sektor riil, seperti manufaktur, pariwisata, dan infrastruktur, menunjukkan perhatian pemerintah dalam memperkuat basis ekonomi domestik. Langkah ini sangat penting agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada pasar global yang sedang tidak stabil akibat kebijakan tarif tersebut.
Selain memperkuat sektor domestik, pemerintah juga aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara mitra dagang, guna memperluas akses pasar bagi produk-produk Indonesia. Langkah ini terbukti efektif dalam menahan dampak negatif dari ketidakpastian global. Dalam proses negosiasi lanjutan terhadap tarif yang ditunda oleh Trump selama 90 hari, pemerintah tetap mengedepankan kepentingan nasional dengan pendekatan diplomatik yang kuat.
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, memberikan pandangan yang sangat konstruktif. Ia menyatakan bahwa pelemahan rupiah bisa menjadi peluang strategis untuk meningkatkan ekspor ke pasar non-tradisional. Dalam pandangan ini, fluktuasi nilai tukar bukan semata tantangan, tetapi dapat dimanfaatkan untuk memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Secara teoritis, pelemahan rupiah memang membuat harga barang-barang Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar luar negeri. Ini membuka peluang ekspor ke wilayah seperti Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Pemerintah memanfaatkan peluang ini dengan melakukan diplomasi dagang yang lebih agresif, sejalan dengan strategi menghadapi masa penundaan tarif 90 hari oleh Trump.
Upaya pemerintah dalam menstabilkan nilai tukar dan meredam gejolak IHSG mencerminkan sinergi kuat antara kebijakan moneter dan fiskal. Keterlibatan aktif Bank Indonesia, didukung oleh dukungan penuh pemerintah pusat, menunjukkan tata kelola ekonomi yang solid dan tanggap terhadap perubahan eksternal. Pemerintah juga secara konsisten mengomunikasikan kebijakannya kepada publik dan pelaku pasar, sehingga menciptakan rasa aman dan kepercayaan.
Keberhasilan menjaga stabilitas ekonomi nasional tentu bukan hasil instan. Namun, dengan koordinasi lintas sektor, dukungan masyarakat, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan, Indonesia terus menunjukkan ketangguhannya menghadapi tekanan global. Penundaan 90 hari atas tarif dari Trump bukan menjadi alasan untuk bersantai, justru menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi dan menyusun langkah negosiasi strategis.
Dengan kebijakan yang responsif, komunikasi yang terbuka, dan sinergi kelembagaan yang kuat, pemerintah Indonesia telah membuktikan komitmennya dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional dan melindungi masyarakat dari dampak global. Inilah bentuk kepemimpinan yang proaktif dan penuh dedikasi dalam memastikan Indonesia tetap tangguh di tengah arus global yang tak menentu.
)*Penulis merupakan Konsultan Keuangan Publik – Sentra Ekonomi Masyarakat (SEM)

Post Comment