Ketua KASN Menilai ASN Masih Menjadi Komoditas Dalam Pemilu Indonesia

Ketua KASN Menilai ASN Masih Menjadi Komoditas Dalam Pemilu Indonesia

Jakarta – Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto menyebut, Aparatur Sipil Negara (ASN) masih memiliki celah dalam melibatkan keberpihakan dalam pemilu. Pada akhirnya ASN terjebak dalam politik balas budi atau politik balas dendam.

Hal tersebut diungkapkannya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pancasila: Dinamika dan Tantangan yang Dihadapi?” yang digelar Moya Institute di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

“Politik kita kerap menyeret-nyeret ASN. Ikut salah, gak ikut salah. Jadi, kalau mereka para ASN terbawa-bawa, akan menjadikan kerja birokrasi tidak efektif. Karena yang muncul adalah politik balas budi, politik balas dendam,” ujarnya.

Agus mengungkap, menjelang pemilu dan pileg tahun depan akan ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Akan ada perpecahan akibat perbedaan pilihan politik. Jika tidak dicegah akan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

“Kita sudah memasuki tahun politik dan puncaknya tahun depan, itu ada 548 Pilkada dan Pileg serta Pilpres. Potensi kegaduhan akan berlipat ganda. Sekarang jika diikuti media sosial, istilah cebong, kadrun itu masih ada. Dan jika terus berlanjut, itu membahayakan,” imbuhnya.

Karenanya Agus menegaskan agar Netralitas merupakan hal yang perlu terus dijaga dan diawasi, agar Pemilu dapat berjalan secara jujur (fairplay) dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa dilingkungan birokrasi pemerintahan.

“Sebab jika tidak akan mempengaruhi pelayanan publik ke depannya. Hal itu salah satu tantangan yang dihadapi Pancasila, di mana kita masih kerap berpotensi terpecah karena politik,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI Inspektur Jenderal (Purn) Sidarto Danusubroto mengatakan, pilar-pilar yang terkandung dalam Pancasila harus benar-benar dijalankan dengan baik untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

“Karena Pancasila adalah warisan Bung Karno sebagai founding father, yang selama ini terbukti bisa mempersatukan kebhinekaan. Kalau Indonesia diibaratkan dalam suatu rumah, pondasi dasarnya adalah Pancasila, tiangnya Undang-Undang Dasar 1945, dinding dan atapnya adalah NKRI serta penghuninya Bhinneka Tunggal Ika. Ini empat pilar, sejak saya ketua MPR terus digalakkan. Jadi penghuninya itu berbagai suku, agama, budaya dan adat istiadat, harus diwadahi bersama dalam rumah Pancasila ini,” paparnya.

Politikus reformasi yang juga Sekjen Partai Gelora Mahfudz Sidiq menyampaikan, ada tiga tantangan pokok yang dihadapi ideologi Pancasila. Pertama, tantangan untuk mengeliminasi kontradiksi sikap, perilaku, dan tindakan terhadap ajaran Pancasila. Misal, perilaku koruptif, LGBT, dan liberalisasi budaya.

Tantangan kedua yaitu menguatkan visi kolektif bangsa menuju kekuatan baru di dunia tahun 2045. Tantangan ketiga, mengembangkan ketahanan nasional dalam konteks menghadapi dinamika global. Caranya dengan tidak menjadi proxy atau bagian dari kekuatan global. Tiga tantangan itulah yang sangat penting untuk diatasi.

“Ancaman utama ideologi Pancasila ialah proxy dari kekuatan global dalam perang asimetris. Kemudian, arus liberalisasi dalam trend open society. Ancaman lainnya ialah industrialisasi politik. Banyaknya konsultan politik, lembaga survei, itu yang membuat adrenalin politik banyak pihak naik, sehingga yang tidak pernah masuk dalam organisasi politik dan tidak memiliki ideologi, terjebak dalam permainan politik tak bervisi dan membuat demokrasi kita menjadi Wani Piro,” papar Mahfudz.

Disisi lain, Pemerhati isu strategis nasional dan global Prof. Dubes Imron Cotan berpendapat, Pancasila sudah diuji oleh berbagai benturan ideologi seperti ekstrem kiri dan ekstrem kanan, bahkan ideologi liberal, dan Pancasila berhasil yudisium, lulus dengan summa cumlaude.

Imron Juga berpesan agar menginggalkan politik pecah belah dan agar para bakal calon presiden dan wakil presiden tidak menjelekkan satu sama lain.

“Jika ‘wisdom’ ini juga diikuti oleh seluruh capres-cawapres dan para kontestan pemilu lainnya, maka daya lentur Pancasila di dalam meredam dinamika politik lima tahunan akan akan tetap terjaga. Ini adalah peringatan bagi kelompok tertentu agar tidak mencoba menguji kemampuan Pancasila memoderasi perbedaan yang datang dari seluruh penjuru,” pungkasnya.

Post Comment