Media Sosial dan Internet Harapan Parpol Baru Naikkan Elektabilitas di Mata Publik
Media Sosial dan Internet Harapan Parpol Baru Naikkan Elektabilitas di Mata Publik
JAKARTA — Masih terdapat harapan bagi parpol baru untuk bisa terus menaikkan angka elektoral atau elektabilitas mereka di publik secara luas, yakni salah satunya melalui optimalisasi penggunaan media sosial dan internet.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan menyatakan bahwa terdapat sebesar 85 persen para pemilih di Indonesia yang ternyata masih mudah untuk berpindah ke partai politik (parpol) lain.
Hal tersebut dikarenakan akan identitas partai (Party ID) di Tanah Air sangat kecil.
“Party ID di Indonesia sangat kecil. Artinya, secara teori, 85 persen pemilih Indonesia mudah pindah ke lain parpol,” ujarnya.
Tentunya, apabila semisal menggunakan indikator itu, maka angka dari para swing voters di Indonesia juga sangat tinggi pula.
Terlebih, sebenarnya untuk parpol baru dan parpol non-parlemen, sebenarnya mereka juga masih memiliki peluang yang sama tatkala mampu menggunakan media sosial dan internet dengan sangat optimal.
“Selain itu, pengguna internet sangat tinggi. Internet membuat semua partai punya peluang yang sama,” kata Djayadi.
Sementara itu, Pemerhati isu-isu global dan strategis, Prof Dubes Imron Cotan mengungkapkan, untuk bisa merebut dukungan pemilih dan lolos electoral threshold, parpol baru dan parpol non-parlemen ditantang untuk bisa menghadirkan gagasan-gagasan baru dan segar, seraya menawarkan solusi bagi persoalan yang dihadapi Generasi Milenial dan Generasi Z, yang jumlahnya sekitar 50 persen dari 206 juta pemilih (BPS, 2022).
“Hal penting yang perlu dicatat adalah Generasi Milenial dan Generasi Z, terdeteksi tidak memiliki pilihan ideologi yang “fixed”, selain terpaku pada gadget,” ungkap Prof Imron.
Senada, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfudz Siddiq mengemukakan bahwa partai baru menghadapi tantangan disebabkan oleh konsekuensi dari Pemilu dan Pilpres yang diselenggarakan serentak.
“Ketika isu Pilpres menguat, muncul apa yang disebut dengan cottail effect. Parpol mendapat suara dari dukungannya terhadap capres. Partai yang tidak punya dukungan terhadap capres, akan menghadapi kendala elektabilitas,” kata Mahfudz.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menuturkan, bagaimana pun dinamisnya konstestasi politik dan demokrasi tahun 2024, diharapkan pemilu berlangsung secara demokratis, damai, dan dewasa sekaligus menghadirkan pemimpin yang mumpuni.
“Parpol lama dan baru sama-sama memiliki tantangan dan peluang. Narasi baru yang diusung mereka akan memberikan dampak yang berbeda. Identifikasi isu menjadi hal yang paling utama untuk meyakinkan pemilih,” pungkas Hery.
(*)
Post Comment