Membangun Perdamaian dan Persatuan Pasca Putusan Sidang Sengketa Pilpres

Membangun Perdamaian dan Persatuan Pasca Putusan Sidang Sengketa Pilpres

Oleh: Soedarmo Ahmad

Setelah melalui perhelatan pesta demokrasi Pemilihan Presiden yang berlangsung pada bulan Februari 2024, hingga proses sidang sengketa Pilpres dari Maret – April 2024 dan pada 22 April 2024 kemarin Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan hasil sidang sengketa Pilpres dengan menolak seluruh gugatan.

Kini, lebih dari sekadar menetapkan siapa yang akan memimpin negara ke depan, saatnya bagi bangsa yang bermartabat menunjukkan kedewasaan dalam menerima keputusan akhir dan menghadapi proses peralihan pemerintahan Presiden Jokowi kepada Presiden terpilih.

Meskipun MK telah menjatuhkan putusan menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh pemohon I Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pemohon II Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kedua belah pihak pemohon dengan lapang dada menerima hasil sidang putusan MK yang dibacakan di Gedung Mahkamah Konstitusi.

Pasangan Anies-Cak Imin, sejak awal telah memilih untuk menghormati apa pun keputusan MK. Pasangan calon nomor urut 03, Ganjar dan Mahfud, juga menyatakan komitmennya untuk taat pada putusan MK. Ganjar berjanji untuk menaati putusan MK yang diambil oleh majelis hakim. Dalam suasana yang penuh rasa saling menghormati, Anies dan Cak Imin tampak bersalaman dengan pihak Ganjar serta tim hukum dari kubu nomor urut 02.
Sementara itu, kubu Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menunjukkan sikap merangkul rival politik yang kalah dalam kontestasi Pilpres. Mereka menyatakan keinginan untuk terus mengembangkan koalisi dalam pemerintahan ke depan, dengan tujuan membangun Indonesia yang kuat dan mewujudkan gotong royong di antara semua anak bangsa.
Ketum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf juga menyoroti hasil sengketa Pilpres yang disampaikan oleh MK dengan berharap tidak memicu kontroversi di tengah masyarakat. KH. Yahya Cholil Staquf yang biasa disebut Gus Yahya juga menegaskan bahwa masyarakat sebetulnya ingin semuanya segera selesai, tidak ada kontroversi lagi, dan lanjutkan hidup seperti biasa karena semua sudah menjalankan haknya masing-masing.
Perlu diketahui bahwa dalam pengumuman putusan, Ketua MK, Suhartoyo membacakan bahwa MK menolak semua permohonan yang diajukan oleh pihak pemohon. Di antara alasan gugatan tersebut adalah terkait dengan permintaan pemohon untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu 2024, termasuk hasil Pilpres yang menunjukkan kemenangan Prabowo-Gibran.
Meskipun demikian, ada tiga hakim MK yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Salah satunya, Hakim Saldi Isra, menyoroti politisasi bantuan sosial (bansos) yang terjadi selama tahapan kampanye dan pemungutan suara pemilu 2024. Pendapat berbeda dari tiga hakim tersebut diapresiasi oleh Mahfud MD sebagai hal yang bersejarah dalam perkembangan hukum Indonesia, terutama dalam konteks pengadilan Pemilu.
Tradisi pasca Pemilu memang sering kali diwarnai dengan ketegangan, protes, bahkan konflik yang mengancam kedamaian masyarakat. Namun, dalam kerangka demokrasi, penting bagi semua untuk menghindari protes yang berlarut-larut dan konflik yang bisa merusak keutuhan bangsa. Kedewasaan politik dan pengendalian emosi dalam menghadapi kemenangan dan kekalahan adalah ujian yang sesungguhnya. Putusan MK yang menolak gugatan sengketa Pilpres 2024 juga mengisyaratkan pentingnya kedewasaan politik dan sikap menghormati proses demokrasi. Kini, saatnya bagi semua pihak untuk bersatu dan bekerja sama demi masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.
Kemenangan dan kekalahan dalam konteks pemilihan tidak sekadar soal siapa yang menang dan kalah, tetapi bagaimana kita sebagai masyarakat menerima hasil tersebut dengan lapang dada. Kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, begitu juga kemenangan bukanlah tujuan akhir. Keduanya adalah bagian dari perjalanan untuk membangun bangsa yang lebih baik.
Bagi pihak yang berhasil meraih kemenangan, tantangannya pun tidak kalah berat. Mereka harus mampu memenuhi amanah yang telah diberikan oleh rakyat, merangkul seluruh lapisan masyarakat, dan menjaga integritas dalam menjalankan pemerintahan. Di sisi lain, bagi pihak yang mengalami kekalahan, saatnya untuk mengambil hikmah dari kegagalan dan bersiap menghadapi masa depan dengan semangat baru.
Pemilihan presiden adalah seperti pertandingan tinju, di mana kedua belah pihak saling beradu strategi untuk meraih kemenangan. Namun, setelah pertandingan usai, penting bagi kita untuk saling berpelukan, mengucapkan selamat, dan melepaskan ego politik. Pertandingan sudah berakhir, dan saatnya untuk bersatu kembali sebagai satu bangsa.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, persatuan dan perdamaian harus menjadi prinsip utama yang membimbing langkah kita ke depan. Perbedaan politik dan pilihan tidak boleh menjadi alasan untuk memecah belah bangsa. Saat ini, Indonesia sedang menghadapi ujian kenaikan kelas dalam demokrasi, dan kuncinya terletak pada kemampuan kita untuk bersama-sama melewati masa-masa sulit ini.
Dengan kerja keras, kebersamaan, dan semangat persaudaraan, kita dapat membangun Indonesia yang lebih baik. Mari bersama-sama menjaga perdamaian dan persatuan, agar kita dapat menjadi contoh demokrasi yang gemilang bagi dunia.

)* Penulis adalah kontributor senior Media Saptalika

Post Comment