Mencegah Radikalisme dan Intoleransi Jelang Pemilu 2024
Mencegah Radikalisme dan Intoleransi Jelang Pemilu 2024
Oleh : Mayang Dwi Andaru
Jelang Pemilu 2024 masyarakat wajib mewaspadai intoleransi dan radikalisme yang mulai muncul, terutama saat masa kampanye. Untuk mencegah penyebarannya maka masyarakat wajib bergotong-royong agar bisa ditangkal.
Radikalisme adalah paham yang berbahaya karena bisa memecah-belah bangsa. Oleh karena itu rakyat Indonesia diminta untuk peduli dan bekerja sama agar tidak ada penyebaran radikalisme, yang bisa mencegah kesuksesan Pemilu.
Radikalisme adalah paham terlarang di Indonesia karena bisa meretakkan pondasi bangsa dan negara sekaligus berpotensi memunculkan konflik sosial. Kelompok radikal sengaja membuat hoaks untuk memecah-belah masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah terus memberantas radikalisme agar tidak makin menyebar dan mengacaukan sistem sosial di Indonesia.
Namun jelang Pemilu 2024 radikalisme dan intoleran mulai merebak, karena sengaja disebarkan oleh kelompok teroris. Mereka menyebarkan isu radikalisme karena tidak suka akan program-program pemerintah, termasuk Pemilu. Diharap dengan penyebaran radikalisme maka masyarakat akan terpengaruh lalu tidak mengikuti prosesi Pemilu. Oleh karena itu intoleransi dan radikalisme wajib dicegah agar Pemilu 2024 berhasil.
Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa gerakan radikalisme akan berpotensi tumbuh jelang Pemilu 2024. Cegah penyalahgunaan media sosial agar tidak menjadi tempat yang subur bagi narasi-narasi intoleran dan ujaran kebencian. Masyarakat diharap memperkuat kolaborasi melalui pendekatan multipihak. Langkah efektif untuk menangkal terorisme adalah secara berjamaah.
Wapres menambahkan bahwa pemerintah telah memiliki Rencana Aksi Nasional sebagai panduan kolaborasi kerja. Teruskan langkah-langkah kontraradikalisasi untuk menangkal berkembangnya paham radikal dan juga deradikalisasi untuk mengembalikan mereka yang sudah terpapar dengan bekerjasama dengan semua kementerian dan lembaga.
Oleh karenanya, perlu adanya gotong-royong dalam mencegah penyebaran radikalisme dan intoleransi di Indonesia. Seperti pepatah ‘bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’ maka kerja sama akan sangat efektif untuk mencegah penyebaran radikalisme di negeri ini.
Contoh gotong-royong dalam menangkal radikalisme dan intoleransi adalah dengan peduli pada sekitar dan melaporkan jika ada gerakan yang mencurigakan, langsung ke aparat keamanan. Selain itu, saat ada konten radikal di media sosial bisa langsung dilaporkan ke polisi siber untuk ditindaklanjuti.
Kemudian, radikalisme dan intoleransi bisa diatasi dengan cara cerdas bermedia sosial. Masyarakat diminta tenang dan tidak terpengaruh oleh provokasi yang ada di konten radikal. Jangan mudah untuk percaya suatu berita, apalagi yang hanya di-share di internet, karena bisa jadi hoaks yang sengaja dibuat dan disebarkan oleh kelompok radikal.
Anggota DPRD Provinsi Lampung, Ade Utami Ibnu menyatakan bahwa pihaknya menginginkan perubahan dalam kehidupan sehari-hari jauh lebih baik. Terlebih dalam mempersiapkan pesta demokrasi 5 tahun sekali untuk memilih kepemimpinan nasional secara damai, jangan melalui cara radikal. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk mengatasi dan mencegah radikalisme agar tidak mengganggu proses Pemilu 2024.
Potensi munculnya kelompok-kelompok radikal menjelang Pemilu 2024 masih akan tetap ada. Hal yang patut diwaspadai dalam suksesi parlemen dan kepemimpinan nasional 2024 adalah munculnya politik identitas, di mana hal ini dapat memicu pemahaman dan gerakan radikalisme-terorisme. Kelompok radikal dan teroris akan memanfaatkan momentum Pemilu dan Pilpres untuk memainkan isu agama, tujuannya agar masyarakat terprovokasi dan terpengaruh dengan informasi-informasi palsu atau hoaks di media sosial.
Pemilu berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan teroris untuk menyebar hoaks dan propaganda dengan tujuan memperlihatkan ketidakpecayaan masyarakat pada pemerintah. Mereka memanfaatkan media sosial karena paham bahwa orang Indonesia sangat sering mengakses internet.
Kelompok radikal juga memprovokasi masyarakat untuk ikut membenci aturan pemerintah, termasuk Pemilu. Jika ini terjadi bisa memicu kerusuhan di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat wajib mencegah menyebarnya radikalisme yang mengganggu masa kampanye sampai fase pemilihan presiden dan calon anggota legislatif.
Peran aktif dan produktivitas seluruh elemen masyarakat dibutuhkan dalam melakukan glorifikasi. Pesatnya perkembangan teknologi informasi di media sosial berpotensi memicu pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan paham-paham yang tidak sesuai dengan falsafah negara Indonesia.
Radikalisme harus ditangkal karena jika terus menyebar, akan mengganggu prosesi Pemilu dan menaikkan tingkat golput (golongan putih) di Indonesia. Jika paham ini disebarkan maka akan ada banyak orang yang bersikap skeptis terhadap Pemilu dan malas memberikan suaranya. Padahal golput berbahaya karena bisa mencederai demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat bergotong-royong dalam mencegah penyebaran radikalisme.
Penyebaran radikalisme banyak ditemukan di media sosial. Masyarakat diminta untuk mewaspadainya, dan bekerja sama dalam menangkalnya. Jika ada konten radikal bisa dilaporkan ke polisi siber agar diselidiki kasusnya, lalu konten bisa dihapus agar tidak meracuni pikiran netizen Indonesia. Radikalisme juga harus dihapus agar tidak ada potensi penggagalan Pemilu 2024 oleh kelompok teroris.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Sadawira Utam
Post Comment