Mendukung Upaya Pemerintah Stabilkan Harga Beras
Mendukung Upaya Pemerintah Stabilkan Harga Beras
Oleh : Rayhan Rahmatullah
Pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 1 juta ton dari China pada tahun 2024. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi dampak kekeringan yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan sekaligus menstabilkan harga beras di pasaran.
Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik, Budi Waseso mengatakan bahwa kejadian cuaca, banjir, gagal panen dimana-mana menyebabkan beberapa wilayah yang menjadi produksi beras kita akhirnya kurang, dan mau tidak mau harus mulai impor beras dari negara lain. Kebijakan impor sudah dimulai dari tahun lalu, pada akhir 2022, namun ternyata berkepanjangan masalah cuaca, dan produksinya menurun. Untuk tahun ini, kebijakan impor diinstuksikan sebanyak 2 juta ton.
Budi menambahkan bahwa keputusan impor ini dilakukan sebagai upaya preventif, dan agar pemerintah tidak terlambat mengambil keputusan. Presiden RI, Joko Widodo juga telah menginstruksikan penambahan jumlah impor beras, dikarenakan produksi beras dalam negeri beberapa waktu kebelakang sedang mengalami penurunan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Perubahan iklim juga menyebabkan krisis pangan. Krisis pangan ini dipicu oleh kekeringan akibat kemarau yang panjang, dan banjir akibat hujan ekstrem.
Kedua kejadian tersebut menyebabkan produktivitas hasil pertanian menurun akibat gagal panen.
Budi juga menambahkan produksi dalam negeri memang ada penurunan, tidak salah siapa-siapa karena tidak bisa melawan alam. Kemarin awal-awal tahun karena masalah banjir, banyak akhirnya yang gagal panen sehingga produksinya masih kurang. Hari ini ada El Nino, kekeringan pasti akan juga berpengaruh pada produktivitas sawah, jadi wajar.
China dalam hal ini telah siap menjadi salah satu negara yang siap mengekspor berasnya untuk Indonesia, yang sebelumnya juga telah mendapatkan pasokan dari sejumlah negara seperti Thailand, Vietnam dan Pakistan.
Masalah ketersediaan pangan tersebut menjadi salah satu ancaman bagi kesejahteraan masyarakat. Kondisi cuaca alam saat ini, menjadi ancaman terbesar bagi ketersediaan pangan tersebut, dikarenakan cuaca ekstrim El Nino ini membuat produksi padi menurun, yang sangat dikeluhkan oleh para petani. Ditambah dengan meningkat pesatnya populasi di Indonesia, dan semakin menurunnya jumlah petani dikarenakan banyak lahan yang semakin dialihkan menjadi permukiman dan perumahan, juga mata pencaharian yang mulai berubah mengikuti zaman.
Sebagian besar anak muda zaman sekarang tentunya lebih memilih bekerja di rumah, seperti main saham, ataupun bisnis online, juga sebagai content creator, dibandingkan harus bersusah payah bekerja di sawah atau ladang. Hal ini juga menjadi faktor yang menyebabkan berkurangnya jumlah stok beras untuk negara kita, yang mengakibatkan perlunya impor dari negara lain untuk mencukupi kebutuhan beras masyarakat Indonesia.
Di beberapa daerah pun, walaupun ketersediaan beras tercukupi, namun dikarenakan cuaca yang berubah-ubah, harga beras belum kunjung turun, namun dapat dipastikan untuk saat ini harga beras sudah tidak akan naik lagi. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengatakan jika ingin membeli harga beras ang terjangkau, dapat membeli beras bulog dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp10.900 per kilogram (Kg).
Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) mencatat harga beras masih mengalami kenaikan. Per Jumat (22/9), beras kualitas bawah I dibanderol Rp13.100 per kg, naik dari Rp13.050 pada pekan lalu. Kemudian, beras kualitas bawah II naik dari Rp12.850 ke Rp12.900 per kg. Kemudian, beras kualitas medium I naik dari Rp14.150 ke Rp14.300 per kg, beras kualitas medium II naik dari Rp13.950 ke Rp14.100 per kg. Lalu, beras super I naik dari Rp15.500 ke Rp15.650 per kg dan beras super II naik dari Rp14.900 ke Rp15.050 per kg.
Faktor lainnya yang menyebabkan kurangnya ketersediaan beras, yaitu dikarenakan ancaman lonjakan harga beras yang melanda dunia. Hal ini disebabkan kebijakan penghentian ekspor beras yang dilakukan 19 negara belakangan ini. Kebijakan tersebut tentunya berdampak juga pada beras di RI.
Sebagai upaya peningkatan produksi beras, Presiden Joko Widodo telah meluncurkan program nasional untuk meningkatkan produksi di lahan seluas 500.000 hektar (1,2 juta hektar) yang masih menerima air, dengan menyediakan mesin dan bibit yang lebih baik. Kemudian, program tersebut juga dilakukan di daerah yang masih memiliki pasokan air, seperti Kalimantan Selatan yang biasanya menghasilkan 800.000 ton, akan didorong untuk menghasilkan lebih banyak lagi untuk menutup kekurangan di daerah yang mengalami kekeringan. Pemerintah juga menyediakan pompa air untuk membantu irigasi. Bantuan sosial pun dilakukan, senilai Rp 8 triliun digelontorkan dalam sebulan, hingga bulan September ini untuk membagikan lebih banyak beras kepada rumah tangga petani yang berpenghasilan minim.
Namun, hal tersebut tentunya tidak akan mudah terwujud apabila tidak dilaksanakan dengan koordinasi yang baik dan mengikuti kebijakan yang ada. Harapan untuk kenaikan inflasi pangan pun akan sirna. Untuk itu, perlunya dukungan yang kuat dari seluruh pihak, baik dari masyarakat, atau dari pemerintah untuk sama-sama saling meningkatkan kesejahteraan masyarakat kita. Sosialisasi ataupun bantuan-bantuan sosial juga tentunya akan berpengaruh, serta mungkin kunjungan dari beberapa content creator, dapat dilakukan untuk menambah semangat para petani.
)* Penulis adalah Alumni Institut Pertanian Bogo
Post Comment