Menkopolhukam Serukan Tolak Golput Jelang Pemilu
Menkopolhukam Serukan Tolak Golput Jelang Pemilu
Oleh : Stefanus Putra Imanuel
Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masyarakat dihimbau untuk tidak melakukan golput (golongan putih). Mereka wajib memberikan suaranya karena merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Golput akan berpotensi menggagalkan Pemilu karena kertas suara yang kosong bisa digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pemilu tinggal beberapa bulan lagi. Masyarakat mulai antusias menyambut momentum tersebut karena akan memiliki pemimpin yang baru, karena masa kepemimpinan Presiden Jokowi sudah berakhir tahun 2024. Jelang Pemilu, rakyat diminta untuk menjaga kondusivitas, terutama saat kampanye.
Mereka juga diimbau untuk menolak golput dan wajib memberikan suaranya saat Pemilu.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa masyarakat agar menggunakan hak pilihnya atau tidak golput dalam Pemilu 2024. Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam Forum Diskusi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) secara daring.
Mahfud mengatakan, tidak ada manusia yang sempurna begitu pula dengan seorang calon pemimpin. Setiap calon pemimpin pasti memiliki sisi baik dan buruk. Apabila ada pemikiran bahwa semua calon pemimpin itu buruk, ia mengajak agar masyarakat tetap ikut memilih dalam pesta demokrasi lima tahun sekali itu. Dia mengimbau masyarakat untuk memilih pemimpin yang memiliki sedikit kejelekan dibandingkan pemimpin lainnya.
Masyarakat akan rugi sendiri bila tak ikut berpartisipasi dalam pemilu, sebab pemilu itu bukan mencari pemimpin yang baik, tapi menghalangi orang yang lebih jahat untuk memimpin. Seorang calon pemimpin yang baik tidak hanya mendengarkan aspirasi kelompoknya yang hanya memanfaatkan politik elektoral maupun politik identitas melainkan mampu mendengarkan aspirasi rakyat dengan baik.
Masyarakat wajib mensukseskan Pemilu 2024 dengan menggunakan hak pilihnya dan jangan golput. Jangan apatis lalu golput karena akan merugikan dirinya sendiri. Masyarakat wajib melakukan riset terhadap para capres dan caleg sebelum memilih mereka. Dengan cara ini maka akan terlihat mana calon pemimpin terbaik. Dengan cara ini maka mereka akan batal golput, karena paham bahwa yang dipilih adalah calon pemimpin yang berkualitas.
Masyarakat diharap ikut aktif dalam Pemilu dan meningkatkan literasi politik. Jangan pesimis lalu berkata bahwa siapapun presidennya hasilnya sama saja, karena beda pemimpin pasti beda hasil. Mereka harus aktif dalam Pemilu dan menggunakan hak pilihnya, karena akan menentukan arah Indonesia ke depannya.
Golput bukan solusi untuk memperbaiki nasib bangsa. Penyebabnya karena jika banyak orang yang tak menggunakan hak pilihnya, maka masa depan Indonesia dipertaruhkan. Akan ada banyak surat suara yang kosong karena mayoritas rakyat memutuskan untuk golput dengan alasan skeptis dengan kondisi negara, nyinyir terhadap pemerintah, emosi kepada para pejabat, dll.
Jika ada banyak surat suara yang kosong maka akan merugikan karena ada potensi disalahgunakan oleh oknum. Surat suara tersebut bisa saja ditusuk dengan paku atau dicoret bolpen, lalu terjadi kecurangan. Partai yang terpilih bukan 100% dari pilihan rakyat.
Jika surat suara disalahgunakan maka masa depan Indonesia dipertaruhkan karena partai pemenang pemilu tak seharusnya mendapatkan posisinya. Akibatnya anggota DPR RI yang baru juga tak seperti yang diperkirakan, sehingga nasib bangsa menjadi pertanyaan besar.
Kemudian, saat ada penyelahgunaan surat suara karena golput maka bisa jadi ada kesalahan dalam pemilihan presiden. Jika yang seharusnya jadi presiden adalah capres A maka yang terpilih malah capres B. Masa depan Indonesia bisa berubah, tidak menjadi stagnan tetapi bisa jadi tak lebih baik dari era sebelum pandemi Covid-19.
Mahfud melanjutkan, dibutuhkan kedewasaan dan kematangan, khususnya partai politik dari tingkat elite hingga akar rumput (tingkat bawah) agar proses demokrasi lima tahunan berjalan lancar dan aman. Dalam artian, kedewasaan berpolitik wajib dilakukan semua orang, tak hanya dari kalangan atas tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Salah satu sikap kedewasaan politik tersebut adalah dengan tidak melakukan golput.
Sementara itu, pemerintah tak akan tinggal diam, tapi melakukan pencegahan agar jumlah yang memilih untuk golput tidak semakin banyak. Imbauan demi imbauan tak henti-hentinya dilakukan pemerintah maupun penyelenggara pemilu agar tidak golput, apalagi mengajak orang untuk golput.
Larangan mengajak golput itu sendiri sebetulnya telah tertuang dalam undang-undang, yakni UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Ada beberapa pasal yang berhubungan dengan partisipasi pemilih. Selain itu, ada sekitar dua pasal yang menjelaskan ancaman bagi mereka yang mengajak orang lain untuk golput.
Aturan dimaksud, Pasal 292 UU 8/2012 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Seruan untuk tidak golput makin menggema jelang masa kampanye Pemilu 2024. Masyarakat tidak boleh golput karena akan merugikan Indonesia di masa depan. Kertas suara kosong berpotensi dimanipulasi oleh oknum sehingga hasil Pemilu bisa disalahgunakan.
)* Penulis adalah Kontributor Citaprasada Institute
Post Comment