Mewaspadai Hoaks Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Mewaspadai Hoaks Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Oleh : David Kiva Prambudi

Seluruh elemen masyarakat wajib untuk bisa terus meningkatkan kewaspadaan diri masing-masing, utamanya dalam menanggapi segala informasi yang beredar di media sosial dan internet atau ruang digital manapun, mengenai adanya kebocoran informasi akan keputusan MK soal sistem Pemilu 2024 dengan menerapkan proporsional tertutup. Padahal pihak MK sendiri masih belum benar-benar mengemukakan putusan mereka secara resmi.

Ketua Bidang (Kabid) Organisasi dan Kaderisasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo, Yusuf Lakaseng menyatakan bahwa penyataan yang dilontarkan oleh Denny Indrayana mengenai sistem Pemilihan Umum (Pemilu) dengan menggunakan proporsional tertutup merupakan sebuah tindakan provokasi dan juga upaya untuk meresahkan situasi politik di tahun 2024 mendatang.

Pernyataan tersebut merespon setelah sebelumnya, Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Denny Indrayana sempat membuat geger masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, pasalnya dirinya menyatakan bahwa perhelatan pesta demokrasi dan kontestasi politik Pemilu 2024 mendatang akan digelar dengan menggunakan sistem proporsional tertutup.

Sebagaimana informasi yang banyak beredar, klaim bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum mendatang dengan menggunakan sistem proporsional tertutup menurut Denny ternyata informasi itu dia dapatkan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal pemilihan legislatif (Pileg) kembali dilakukan ke proporsional tertutup atau dengan menggunakan sistem coblos partai.

Sontak saya, Yusuf Lakaseng yang juga merupakan bakal calon legislatif (Bacaleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Perindo daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut kemudian langsung menegaskan bahwa ungkapan yang dikeluarkan oleh Denny Indrayana sama sekali merupakan ungkapan yang tidak patut dan tidak terpuji.

Menurutnya, Denny yang merupakan seorang pengacara dan juga mantan Wamenkumham seharusnya merupakan orang yang paham akan hukum di Tanah Air, sehingga semestinya dirinya mengerti dan sama sekali tidak boleh untuk mengungkapkan pernyataan demikian, apalagi sampai membuat heboh dan geger publik karena bisa saja menjadi sebuah upaya provokasi yang mampu meresahkan masyarakat.

Padahal sejatinya, untuk putusan dari MK sendiri mengenai bagaimana sistem Pemilu pada tahun 2024 mendatang, apakah akan digelar dengan menggunakan sistem proporsional yang terbuka ataupun tertutup, hendaknya hal tersebut memang benar-benar menunggu keputusan secara resmi yang akan dikemukakan oleh pihak Mahkamah Konstitusi sendiri.
Tentunya banyak pihak pula yang berharap agar putusan yang dikeluarkan oleh MK nantinya mengenai seperti apa sistem Pemilihan Umum yang akan dipakai oleh bangsa Indonesia ini ke depannya tidak sampai membuat kegaduhan di tengah masyarakat, terlebih sejauh ini seluruh partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2024 sendiri memang telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan menggunakan sistem proporsional terbuka seperti yang memang selama ini dilaksanakan oleh bangsa Indonesia semenjak reformasi dilakukan dengan terus menegakkan asas demokrasi.
Sejauh ini memang seluruh tahapan Pemilu 2024 sendiri bisa dikatakan sudah berjalan dengan cukup jauh, bahkan waktu pendaftaran para Bacaleg sendiri juga sudah selesai dan seluru Parpol peserta Pemilihan Umum telah menyusun formasi siapa saja caleg yang akan mereka majukan dengan berdasarkan sistem proporsional terbuka.
Memang, sejatinya apabila misalkan perhelatan kontestasi elektoral setiap 5 (lima) tahunan di Tanah Air itu seandainya pun dilakukan dengan menggunakan sistem Pemilu dengan proporsional terbuka ataupun tertutup sama sekali tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sehingga dengan tidak ada pertentangan dalam ketentuan di UUD, maka seharusnya untuk bisa mengubah sistem Pemilu tersebut bukanlah menjadi ranah dari Mahkamah Konstitusi, melainkan menjadi ranah pada para pembuat kebijakan atau Undang-Undang (UU) di Tanah Air, yakni DPR RI dan juga Pemerintah RI.
Dengan adanya informasi yang dinilai cukup provokatif tersebut, memang seluruh masyarakat di Indonesia sendiri juga harus mampu untuk terus meningkatkan kewaspadaan mereka karena bisa saja banyak hasutan telah beredar di media sosial dan internet atau ruang digital lainnya, yang mana berpotensi untuk semakin membuat gaduh suasana.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono sendiri membantah adanya dugaan kebocoran informasi mengenai putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait dengan adanya gugatan terhadap sistem Pemilu proporsional terbuka pada UU Pemilu.
Bahkan, menurutnya hal itu saja masih belum pada tahap pembahasan di MK, karena sejauh ini perkembangan terkahir yakni melalui sidang yang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 23 Mei 2023 lalu, para pihak akan menyerahkan kesimpulan pada majelis hakim konstitusi dan setidaknya paling lambat yakni pada 31 Mei 2023 pukul 11:00 WIB mendatang.
Maka dari itu, dengan adanya dugaan kebocoran informasi mengenai Putusan MK terkait dengan penggunaan sistem Pemilu yang akan digunakan oleh bangsa Indonesia ini menggunakan proporsional tertutup, harus terus diwaspadai oleh seluruh elemen masyarakat agar tidak terburu-buru dalam menyikapinya dan tidak mudah terhasut dan justru membuat kegaduhan di tengah publik, karena bisa saja seluruh informasi yang menyebar itu adalah upaya provokasi, pasalnya dari MK sendiri saja masih belum ada keputusan secara resmi.

)* Penulis adalah Kontributor Yudistira Institute

Post Comment