Mewaspadai Politisasi Isu Penundaan Pemilu
Mewaspadai Politisasi Isu Penundaan Pemilu
Oleh : Joanna Alexandra Putri
Seluruh elemen masyarakat harus bisa terus meningkatkan kewaspadaan akan adanya kemungkinan politisasi terselubung di balik diangkatnya wacana isu penundaan Pemilu 2024 yang terus saja dihembuskan ke publik.
Sejatinya perhelatan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang memang merupakan sebuah agenda yang wajib untuk dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Bagaimana tidak, pasalnya dengan dilakukannya agenda tersebut sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan, maka juga merupakan sebuah bentuk dari sarana legitimasi kekuasaan di Tanah Air.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya ajang Pemilu sendiri memiliki tujuan untuk bisa menghasilkan suatu kepemimpinan yang memang benar-benar dikehendaki oleh seluruh rakyat Indonesia karena mereka yang secara langsung melakukan pemilihan atas calon pemimpin yang akan memimpin kelak.
Sehingga masyarakat bisa melakukan filterisasi sendiri mengenai apakah memang calon pemimpin yang hendak mereka pilih tersebut sudah sesuai dan memang benar-benar berjuang demi rakyat, seperti apa visi dan misi yang mereka usung dan juga apa saja penawaran program kerja yang akan dilakukan nanti ketika memimpin.
Jelas sekali, bahwa dengan diselenggarakannya Pemilu, maka juga sama saja terus menjaga iklim demokrasi yang berjalan di Indonesia karena bangsa ini dikenal sebagai salah satu negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Sehingga sirkulasi pergantian pemimpin sesuai dengan kehendak rakyat, bukan dimonopoli oleh kaum atau golongan elite tertentu saja.
Akan tetapi ternyata saat ini di Indonesia sempat terjadi beberapa kali adanya isu akan penundaan pesta demokrasi Pemilu 2024 mendatang, yang kemudian menimbulkan polemik di masyarakat dan menjadi isu pembahasan yang cukup panas di publik.
Belakangan ini, yakni pada hari Kamis, tanggal 2 Maret 2023, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh Partai Prima terhadap penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Dalam gugatan tersebut berisikan agar KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Apabila dilihat dari segi yuridisnya, tentu upaya untuk melakukan penundaan Pemilu sendiri bisa dengan sangat jelas dikatakan sebagai upaya untuk mengkhianati konstitusi. Bagaimana tidak, pasalnya apabila penyelenggaraan Pemilu ditunda, maka secara otomatis pula akan terjadi penambahan masa jabatan dari para elite dan pemerintahan, termasuk Presiden dan Wakil Presiden pun akan bertambah masa jabatannya.
Padahal, jelas pula bahwa adanya penambahan masa jabatan tersebut sangat bertentangan dengan konstitusi, yakni telah termaktub pada Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden hanya memiliki masa jabatan maksimal selama 5 (lima) tahun saja, dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan lagi, atau secara maksimal bisa memimpin selama 2 (dua) periode saja.
Menilai banyaknya polemik mengenai isu penundaan Pemilu, Rektor Universitas Widya Mataram (UWM), Prof. Edy Suandi Hamid menyatakan bahwa gagasan penundaan Pemilu memang harus bisa dijauhi dan dihindari oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia. Menurutnya, adanya isu penundaan Pemilu 2024 sama sekali tidak memiliki urgensi yang jelas.
Bukan hanya sekedar tidak memiliki urgensi yang jelas aja, namun apabila ternyata upaya penundaan Pemilu 2024 tersebut terus dilakukan, maka tentunya bisa memicu terjadinya instabilitas nasional dan menimbulkan adanya kontroversi di berbagai pihak yang justru dapat mengganggu ekonomi nasional.
Selain itu, Pemilu 2024 sendiri merupakan sebuah perhelatan dalam rangka melakukan estafet kepemimpinan di berbagai level mulai dari eksekutif hingga legislatif demi terlahirnya kebijakan-kebijakan baru yang dapat terus mendukung pertumbuhan dan perkembangan bangsa ini. Terlebih, apabila adanya perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden jelas telah melanggar amanat konstitusi.
Jika ternyata isu penundaan Pemilu 2024 tersebut tetap saja digaungkan dan bahkan benar-benar terwujud, maka itu sama saja artinya dengan Indonesia akan mengulang kembali kenangan buruknya yang telah terjadi di masa lampau ketika sebelum adanya reformasi, yang mana sebenarnya sama sekali tidak ada pihak menginginkan hal tersebut kembali terulang.
Untuk itu, justru penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi sesuatu yang sangatlah dibutuhkan oleh semua elemen masyarakat di Indonesia karena berfungsi untuk bisa memastikan keberlanjutan legitimasi para penyelenggara negara melalui proses yang demokratis.
Adanya isu penundaan Pemilu 2024 yang terus saja digaungkan dan terus bertahan menjadi sebuah wacana memanas di publik, bisa jadi pula merupakan sebuah bentuk politisasi terselubung yang dilakukan oleh sejumlah pihak demi mereka bisa melancarkan tujuan mereka demi kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri. Maka dari itu, kewaspadaan harus terus ditingkatkan, jangan sampai justru marwah demokrasi di Tanah Air rusak karena ulah pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
)* Penulis adalah kontributor Jeka Media Institute
Post Comment