Mewujudkan Pilkada Damai dengan Menghindari Ujaran Kebencian

Mewujudkan Pilkada Damai dengan Menghindari Ujaran Kebencian

Oleh : Mayang Dwi Andaru

Mewujudkan Pilkada yang damai adalah tanggung jawab bersama, baik peserta Pilkada, pemerintah, maupun masyarakat. Tidak ada ruang bagi ujaran kebencian atau isu SARA dalam proses demokrasi yang sehat.
Pemilu, termasuk Pilkada, harus menjadi ajang adu gagasan, bukan serangan personal. Dengan menghindari ujaran kebencian dan berita bohong, kita bisa menciptakan Pilkada yang aman dan damai, di mana setiap warga merasa dilibatkan tanpa rasa takut atau terpecah belah.

Dalam konteks Pilkada 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta telah mengingatkan pentingnya menjaga proses pemilihan tetap damai, bebas dari ujaran kebencian yang dapat memecah belah masyarakat.

Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sinode Wilayah Jawa Barat, Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu DKI Jakarta, Burhanuddin, menekankan bahwa partisipasi aktif masyarakat, termasuk kelompok agama, sangat penting untuk menjaga suasana Pilkada yang kondusif.
Acara ini menjadi bukti bahwa menjaga kedamaian dalam Pilkada bukan hanya tugas pemerintah atau lembaga penyelenggara, tetapi juga tanggung jawab setiap individu di masyarakat.
Diskusi yang bertajuk “Pilkada Asyik, Pilkada Penting” di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, menjadi momen refleksi tentang kerawanan yang mungkin terjadi selama Pilkada. Burhanuddin menyoroti sejumlah larangan yang harus diikuti oleh pasangan calon, tim kampanye, dan bahkan para pendukung.
Ujaran kebencian, penyebaran hoaks, serta penggunaan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) tidak boleh menjadi bagian dari strategi kampanye. Setiap calon dan pendukungnya diharapkan dapat lebih fokus pada penyampaian visi, misi, serta program kerja yang positif dan konstruktif.
Pernyataan tersebut menjadi pengingat bagi semua pihak untuk tidak terjebak dalam kampanye negatif. Masa kampanye, yang berlangsung hingga 23 November, seharusnya menjadi ajang bagi para pasangan calon untuk bersaing secara sehat dan mempresentasikan rencana mereka untuk memajukan daerahnya.
Penyampaian ide dan gagasan harus dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab, bukan melalui cara-cara yang merusak persatuan bangsa.
Astri Megatari, Kepala Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Hubungan Masyarakat KPU DKI Jakarta, menambahkan bahwa masyarakat, sebagai elemen utama dalam Pilkada, memiliki peran penting dalam menentukan pemimpin yang tepat.
Astri mengajak masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas, yaitu pemilih yang kritis dalam memilih, memahami hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, serta tidak terjebak dalam politik uang atau isu-isu yang memecah belah.
Pemilih yang cerdas, menurut Astri, adalah mereka yang mampu melihat dan menilai calon berdasarkan visi, misi, dan program kerjanya. Masyarakat, termasuk kelompok agama seperti GKI, juga menjadi bagian penting dalam proses ini. Dengan menjadi pemilih yang kritis dan tidak mudah terprovokasi, kita dapat menjaga Pilkada tetap dalam suasana yang damai dan aman.
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengambil langkah proaktif dengan menggandeng enam platform digital besar untuk mengampanyekan Pilkada Damai 2024 di ruang digital.
Kolaborasi antara pemerintah dan platform digital seperti Meta, Google, TikTok, Telegram, SnackVideo, dan LINE bertujuan untuk menjaga ruang digital dari konten negatif, termasuk hoaks yang berkaitan dengan Pilkada. Hal ini menunjukkan bahwa menjaga Pilkada dari ujaran kebencian dan berita bohong tidak hanya dilakukan di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya.
Menkominfo, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa komitmen untuk menjaga ruang digital tetap kondusif telah berlangsung sejak Pemilu serentak 2024. Dalam tiga bulan terakhir, temuan konten hoaks terkait Pilkada sangat minim, hanya enam kasus, yang langsung ditangani dalam waktu kurang dari satu jam.
Hal ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara pemerintah dan platform digital mampu menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat dan terkontrol.
Lebih lanjut, deklarasi Pilkada Damai 2024 di ruang digital juga membuka pintu kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat. Media massa, tokoh agama, penggiat media sosial, akademisi, hingga masyarakat sipil diundang untuk bersama-sama menjaga suasana Pilkada yang aman, damai, dan kondusif.
Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Pilkada bukan hanya tentang persaingan politik, tetapi juga tentang mewujudkan demokrasi yang bermakna dan berkualitas.
Pilkada yang damai tidak akan terwujud tanpa partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat. Menghindari ujaran kebencian, menolak hoaks, dan tidak terjebak dalam politik identitas adalah langkah awal untuk menciptakan proses demokrasi yang lebih baik.
Peserta Pilkada, pemerintah, platform digital, dan masyarakat memiliki peran masing-masing dalam menjaga agar Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan baik. Seruan untuk Pilkada damai ini tidak boleh hanya sebatas kata-kata, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata.
Pada akhirnya, Pilkada 2024 merupakan kesempatan bagi kita semua untuk menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan damai dan bermartabat. Dengan menjauhi ujaran kebencian dan menyebarkan pesan damai, kita tidak hanya menjaga persatuan bangsa, tetapi juga membantu mewujudkan proses pemilihan yang jujur dan adil.
Mari bersama-sama mewujudkan Pilkada yang aman, damai, dan penuh kegembiraan, di mana setiap orang dapat berpartisipasi tanpa rasa takut atau terintimidasi.

)* penulis adalah kontributor Lembaga Sadawira Utama

Post Comment