OPM Langgar HAM, Guru dan Warga Sipil Jadi Korban Kebiadaban di Papua
OPM Langgar HAM, Guru dan Warga Sipil Jadi Korban Kebiadaban di Papua
Oleh: Loa Murib
Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan wajah brutalnya dengan melakukan serangkaian aksi kekerasan yang tidak hanya menyasar aparat keamanan, tetapi juga warga sipil tak bersalah. Kejadian terbaru di Yahukimo, Papua Pegunungan, di mana kelompok ini menyerang dan membunuh seorang guru serta melukai enam lainnya, adalah bukti nyata bahwa tindakan mereka tidak mencerminkan perjuangan untuk kebebasan, melainkan aksi terorisme yang melanggar hak asasi manusia (HAM) secara nyata.
Guru merupakan garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk di Papua. Namun, tindakan biadab OPM justru menunjukkan bahwa mereka tidak peduli terhadap masa depan generasi muda Papua. Menteri Pendidikan Dasar Menengah, Abdul Mu’ti, dengan tegas mengutuk kekejaman ini dan menyatakan bahwa pendidikan di Papua harus tetap berjalan meskipun ada ancaman dari kelompok kriminal bersenjata tersebut. Pemerintah juga terus berkomitmen untuk memastikan layanan pendidikan tetap berlangsung dengan dukungan dari aparat keamanan. Pendidikan merupakan hak fundamental yang tidak boleh dikorbankan oleh tindakan kelompok separatis yang menghalangi kemajuan masyarakat Papua.
Tidak hanya di Yahukimo, aksi brutal OPM juga terlihat dalam video eksekusi seorang pria yang mereka klaim sebagai anggota TNI-Polri di Dogiyai. Video tersebut menunjukkan kebiadaban kelompok ini yang tanpa rasa kemanusiaan melakukan pembunuhan dengan cara yang mengerikan. Tindakan ini semakin membuktikan bahwa mereka tidak segan-segan melanggar hukum internasional, termasuk konvensi HAM yang melarang perlakuan kejam dan tidak manusiawi. Video tersebut memicu kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan pemerhati HAM yang menilai aksi ini sebagai bentuk kebrutalan yang tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Raja Ampat, Adolof Drimlol, menyampaikan keprihatinannya atas kejadian tersebut dan menegaskan bahwa penyerangan terhadap warga sipil oleh OPM sangat tidak manusiawi dan disayangkan. Pernyataan ini mencerminkan keresahan masyarakat Papua yang tidak menginginkan wilayah mereka menjadi arena kekerasan berkepanjangan akibat ulah kelompok separatis. Keberadaan OPM hanya menciptakan ketakutan di tengah masyarakat yang ingin hidup damai dan sejahtera.
Serangan terhadap tenaga pendidik dan tenaga kesehatan tidak hanya menciptakan ketakutan, tetapi juga memperparah kondisi sosial di Papua. Masyarakat menjadi sulit mengakses pendidikan dan layanan kesehatan yang merupakan hak dasar mereka. Guru yang datang dari berbagai daerah untuk mengabdi di Papua kini merasa terancam, sementara fasilitas pendidikan pun rusak akibat serangan brutal tersebut. Penyerangan ini jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM serius yang tidak bisa dibiarkan. OPM telah berulang kali melakukan tindakan serupa, membunuh warga sipil, membakar fasilitas umum, serta mengintimidasi mereka yang berusaha membangun Papua. Semua ini semakin mengukuhkan fakta bahwa OPM bukanlah pejuang rakyat Papua, melainkan musuh kemanusiaan yang menghambat kesejahteraan masyarakat.
Tokoh agama Papua, Pdt. Yones Wenda, turut mengecam tindakan OPM yang menyerang dan membunuh guru. Ia menegaskan bahwa tindakan ini bertentangan dengan ajaran agama yang melarang pembunuhan sesama manusia. Kekerasan yang dilakukan oleh OPM tidak hanya merusak keamanan, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan spiritual yang dianut oleh masyarakat Papua. Seruan ini mencerminkan suara hati nurani masyarakat Papua yang menginginkan perdamaian dan kehidupan yang lebih baik, bukan ketakutan yang terus-menerus dihadirkan oleh kelompok separatis bersenjata tersebut.
Pemerintah dan aparat keamanan harus terus mengambil langkah tegas dalam menindak OPM yang semakin merajalela dalam aksi terornya. Penegakan hukum harus berjalan dengan tegas dan terukur untuk memastikan keamanan bagi seluruh warga Papua. Selain itu, penting bagi masyarakat Papua untuk tidak terprovokasi dan terus mendukung pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan di wilayah tersebut. Upaya kontra-terorisme dan penguatan intelijen harus dilakukan untuk mencegah serangan-serangan serupa di masa mendatang.
Keberadaan OPM yang terus melakukan aksi kekerasan menunjukkan bahwa mereka bukanlah pejuang hak-hak rakyat Papua, melainkan ancaman bagi kemanusiaan dan perdamaian. Mereka tidak hanya menghambat pembangunan di Papua, tetapi juga merusak masa depan anak-anak Papua yang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak ada perjuangan yang bisa dibenarkan dengan darah dan kekerasan, terlebih ketika yang menjadi korban adalah rakyat sipil yang tidak bersalah. Justru, tindakan kejam ini semakin menguatkan bahwa OPM tidak memiliki legitimasi di mata masyarakat Papua yang ingin hidup damai.
Papua adalah bagian integral dari Indonesia, dan pemerintah telah berkomitmen untuk terus membangun wilayah ini dengan berbagai program pembangunan infrastruktur, pendidikan, serta kesehatan. Kehadiran OPM justru menjadi hambatan utama bagi kemajuan Papua. Oleh karena itu, masyarakat Papua perlu bersatu dan menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis ini. Hanya dengan persatuan dan komitmen untuk menjaga perdamaian, Papua bisa mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya. Keamanan yang stabil akan membuka jalan bagi investasi, pembangunan ekonomi, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat di seluruh wilayah Papua.
*Penulis adalah Mahasiswa Papua di Surabaya
Post Comment