Papua Bagian Integral NKRI, PBB Tolak Referendum

Papua Bagian Integral NKRI, PBB Tolak Referendum

Oleh : Clara Anastasya Wompere

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan sangat tegas menyatakan pihaknya menolak referendum Papua. Maka dari itu dengan demikian bisa dikatakan jelas bahwa Tanah Papua merupakan bagian yang integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah hal yang sangat konkret dan sudah final.

Pihak PBB menolak tegas adanya usulan referendum Papua dan justru jauh lebih memilih untuk mengakui bahwa Bumi Cenderawasih merupakan bagian secara integral dari Tanah Air. Dalam sebuah pembasahan Wakil RI untuk PBB di New York, yang mana pertemuan dilakukan dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres membahas mengenai situasi dan perkembangan terakhir di Provinsi paling Timur Tanah Air tersebut, termasuk juga pembahasan terkait bagaimana status kedaulatan dari Papua menurut sudut pandang PBB.

Dari hasil pertemuan yang dilakukan tersebut, ternyata terungkap sebuah fakta yang sangat penting mengenai keputusan yang sudah sangat jelas dan menjadi jauh lebih signifikan lagi, bahwa dinyatakan kalau PBB sangat mendukung penuh kedaulatan serta integritas wilayah Indonesia.

Lebih lanjut, menurut PBB sendiri terkait dengan bagaimana status yang dimiliki oleh Papua, yakni wilayah itu sebagai bagian dari Indonesia merupakan hal yang sudah final berdasarkan dengan Uti Possidetis Juris, New York Agreement 1962, Act of Free Choice 1969, dan juga resolusi GA PBB 2504 (XXIV) 1969.

Kemudian, hal kedua adalah pihak PBB melihat bagaimana outcome dari upaya percepatan pembangunan yang selama ini terus digencarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI), utamanya di era kepemimpinan Presiden RI ketujuh, Joko Widodo (Jokowi) di wilayah Papua dan Papua Barat.

Hal lain yang dipahami oleh PBB yakni memang ada segelintir kelompok separatis yang terus saja berupaya untuk membuat dan menyebarkan beragam berita bohong atau hoaks serta melakukan aksi kekerasan hingga menunggangi sejumlah demo secara anarkis. Maka dari itu, PBB terus mengingatkan kepada seluruh aparat keamanan untuk tidak sembarangan dalam mengambil tindakan, melainkan harus bertindak secara tegas dan terukur untuk meminimalisasi timbulnya dampak yang buruk ke depannya.

Sudah sangat jelas bahwa dengan adanya pengakuan yang dikeluarkan oleh PBB tersebut merupakan bukti yang sangat nyata dari bagaimana Pemerintah RI telah menampilkan peranan yang sangat kuat sebagai penyeimbang di Papua, bukan hanya datang dari prestasi kebijakan luar negerinya saja, namun juga adanya prestasi pembangunan yang telah diraih di Bumi Cenderawasih.

Jika mengukur dari rentang perhatian serius serta fokus yang terus diberikan oleh Pemerintah Pusat terhadap Papua, telah banyak sekali waktu yang telah dihabiskan, terlebih juga upaya untuk terus berfokus pada aspek keadilan dan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat orang asli Papua (OAP) untuk bisa terus tumbuh. Apa yang bisa terlihat di Papua saat ini merupakan sebuah lompatan yang sangat besar dari segala upaya pemerintah tersebut dalam mengatasi kemiskinan.

Sebagai informasi, bahwa wilayah yang sebelumnya bernama Irian Barat tersebut (atau yang sekarang menjadi Papua) berdiri mulanya dari Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan pada tanggal 27 Desember tahun 1949 silam. Melalui terlangsungnya KMB itu, Belanda memang telah bersedia untuk memberikan kedaulatannya kepada bangsa ini.

Akan tetapi, memang pada tahun tersebut antara Indonesia dengan Belanda sendiri masih terlibat dalam konflik. Kedua negara bahwa masih tetap merasa berhak atas Tanah Papua. Pihak Belanda masih menginginkan supaya wilayah di Papua bagian Barat terbentuk sebagai negara sendiri. Pada akhirnya mereka membawa permasalahan itu ke dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Belanda kemudian bersedia untuk membuka kembali diskusi dengan Indonesia, sehingga selanjutnya terbentuk perjanjian New York. Melalui perjanjian tersebut, mereka bersedia untuk menyerahkan kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNITEA). Namun, terdapat sebuah persyaratan dari Belanda, yakni agar Indonesia melakukan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).

Dari hasil Pepera yang telah dilakukan, ternyata menunjukkan bahwa wilayah Papua bagian Barat sendiri memilih untuk tetap menjadi bagian dari NKRI. Akan tetapi selama revolusi Indonesia, Belanda telah melancarkan aksi polisi untuk mengambil wilayah di Bumi Cenderawasih dari Republik ini.

Negara Kincir Angin tersebut berupaya untuk terus menjajah Tanah Papua karena menilai di sana sangat banyak menghasilkan hasil bumi. Bahkan, di bawah kekuasaan Belanda, Papua diharuskan untuk memberikan setiap hasil bumi mereka.

Dalam Sidang Umum PBB pada September 1961, Menteri Luar Negeri Belanda kala itu, Joseph Marie Antoine Hubert Luns mengajukan usulan agar Papua berada di bawah PBB. Akan tetapi usulan tersebut ditolak oleh Majelis Umum PBB.

Karena sudah sangat jelas pihak PBB menolak adanya referendum Papua, terlebih dalam Pepera juga pihak masyarakat Papua sendiri telah memilih untuk menjadi bagian integral dari NKRI, sehingga hal tersebut sebenarnya sudah final dan tidak perlu dipermasalahkan lagi.

)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Yogyakart

Post Comment