Papua Bagian Sah NKRI, Masyarakat Tolak Upaya Kelompok Separatis Ganggu Kedaulatan Bangsa
Papua Bagian Sah NKRI, Masyarakat Tolak Upaya Kelompok Separatis Ganggu Kedaulatan Bangsa
Oleh Jonathan Rumkabu
Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah mendapat pengakuan luas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan komunitas internasional.
Sejak Papua menjadi bagian dari Indonesia pada tahun 1969, pengakuan atas keterikatan Papua dengan NKRI telah ditegaskan berulang kali oleh PBB dan negara-negara anggotanya. Papua dengan segala keragaman etnis dan budayanya, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberagaman Indonesia.
Upaya memisahkan Papua dari NKRI tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan negara, tetapi juga merusak keutuhan bangsa.
Hal ini akan menciptakan ketidakstabilan politik dan sosial wilayah, serta mengganggu upaya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Papua.
Pemerintah telah berkomitmen untuk mengembangkan Papua secara inklusif, memperjuangkan hak-hak warga Papua, dan mempercepat pembangunan Papua sehingga segala upaya memisahkan diri hanya akan menghambat proses pembangunan dan menyebabkan ketegangan yang tidak perlu.
Dalam konteks global, komunitas internasional juga telah memberikan dukungan terhadap integritas wilayah Indonesia. Upaya memisahkan diri dari NKRI tidak akan didukung oleh komunitas internasional yang menghargai prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas negara.
Sebagai sebuah negara berdaulat, Indonesia telah mengakui Papua sebagai bagian tidak terpisahkan dari NKRI, sesuai dengan hukum internasional dan konstitusi negara. Dengan demikian, upaya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis, seperti Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk memisahkan Papua dari NKRI tidak hanya melanggar konstitusi Indonesia, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
Dalam hukum internasional, integritas wilayah suatu negara dihormati dan dijaga. Dan dalam konteks Papua, tidak ada dasar hukum atau legitimasi yang mengizinkan upaya pemisahan diri. ULMWP melalui aksi-aksi dan kampanye mereka, termasuk demonstrasi dan propaganda politik, tidak hanya mencoba untuk mengganggu kedaulatan Indonesia, tetapi juga mengabaikan proses hukum dan demokrasi yang sudah ada di dalam negeri. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hukum dan keamanan nasional Indonesia.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa upaya memisahkan Papua dari NKRI tidak relevan dan hanya akan mengganggu keutuhan bangsa serta menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua. Solidaritas dan kerjasama dalam kerangka NKRI adalah kunci untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk warga Papua.
Papua sebagai bagian integral NKRI juga terus disuarakan oleh masyarakat di Papua. Salah satunya Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura, Hana S Hikoyabi yang menyebut Papua sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari NKRI. Hal tersebut disampaikan pada upacara 1 Mei dalam rangka memperingati Hari Integrasi Papua ke Indonesia di tahun 1963.
Di tahun 2024 ini, seluruh masyarakat di Papua turut merefleksikan Papua masuk ke dalam bagian integral Indonesia, dengan melakukan upacara di makam pahlawan asal Papua. Pihaknya mengimbau agar jangan ada lagi yang berpendapat bahwa 1 Mei adalah hari aneksasi, namun harus dipahami sebagai hari bergabungnya Papua ke Indonesia. Sebab hal tersebut sudah sah di mata dunia.
Di tanah Papua, semangat untuk membangun dan memajukan wilayah ini sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) begitu kuat. Masyarakat di Papua menolak gerakan separatisme dengan tegas karena mereka sadar bahwa upaya tersebut justru akan menghambat proses pemerataan pembangunan yang sedang berlangsung dan segala upaya untuk memajukan Tanah Papua.
Masyarakat di Papua percaya bahwa dengan tetap bersatu dalam kerangka NKRI, masyarakat dapat lebih efektif berpartisipasi dalam proses pembangunan, menyuarakan kebutuhan, dan mengambil bagian dalam pembentukan kebijakan yang memengaruhi wilayah. Selain itu, masyarakat Papua juga menyadari bahwa perdamaian dan stabilitas politik merupakan prasyarat penting untuk pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, masyarakat menolak segala bentuk separatisme yang dapat mengganggu stabilitas dan kedamaian di wilayah Bumi Cenderawasih.
Hal tersebut juga ditunjukkan dalam kegiatan membentangkan kain merah putih sepanjang hampir 11 ribu meter, sebagai bentuk peringatan kembali atas kejadian bersejarah yang pernah dilalui oleh Papua untuk menjadi bagian NKRI. Pj Wali kota Jayapura, Frans Pekey mengungkapkan, ada makna besar yang tersirat di balik kegiatan tersebut. Pemerintah Kota Jayapura dan Papua pada umumnya, ingin menyampaikan kepada dunia bahwa Papua adalah bagian resmi negara kesatuan Republik Indonesia yang telah bergabung pada 1 Mei 1963.
Seluruh penduduk di Papua menolak dengan tegas segala upaya kelompok separatis untuk memisahkan diri dari NKRI. Pandangan ini tercermin dari sikap kuat masyarakat Papua yang menghormati semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakat di Papua meyakini bahwa dengan tetap bersatu di bawah bendera NKRI, Papua dapat dibangun menjadi daerah yang lebih baik, tanpa harus mengorbankan stabilitas dan persatuan bangsa.
Dengan mempertahankan kesatuan dengan Indonesia, masyarakat Papua percaya bahwa mereka dapat mencapai visi bersama untuk membangun Tanah Papua menjadi daerah yang makmur, berkelanjutan, dan setara dengan wilayah lainnya di Indonesia. Solidaritas dan semangat kebangsaan menjadi pendorong utama dalam menolak gerakan separatisme dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Papua dan masyarakat seluruh Indonesia.
)* Penulis merupakan pengamat sosial politik dari Jayapura
Post Comment