Pemerintah Berkomitmen Lindungi Generasi Muda Dari Radikalisme Jelang Pemilu

Pemerintah Berkomitmen Lindungi Generasi Muda Dari Radikalisme Jelang Pemilu

Oleh: S. A. Pamungkas

Pemerintah terus berupaya untuk melindungi generasi muda dari ancaman radikalisme, utamanya jelang Pemilu. Sebab, radikalisme merupakan virus berbahaya yang mampu menciptakan disintegrasi bangsa.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan tentang ancaman dan bahaya radikalisme di institusi pendidikan. Kepala Negara mengingatkan pimpinan kampus untuk aktif melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas mahasiswa agar mereka tidak terpapar paham radikal.

Mahasiswa perlu berhati-hati akan bahaya radikalisme di lingkungan kampus yang biasanya bersembunyi di dalam organisasi keagamaan. Mereka kerap merekrut mahasiswa baru dalam menyebarkan paham radikal dan intoleran.

Hal tersebut dikarenakan mahasiswa dianggap sebagai kelompok yang masih labil dan berada dalam proses pencarian ‘jati diri’, serta cenderung lebih kritis kepada pemerintah terutama soal ketidakadilan, kesejahteraan sosial dan lain lain.

Penting bagi generasi muda untuk mengenali ciri-ciri orang atau kelompok yang menganut paham radikal. Pertama, mereka umumnya menolak keras perbedaan pandangan, terutama perbedaan keyakinan agama. Kedua, mereka juga mudah mengafirkan orang lain, bahkan sesama Muslim.

Ketiga, mereka sering menyuarakan narasi tertentu dengan dalih menegakkan hukum agama yang ujung-ujungnya ingin mengganti Pancasila dengan ideologi mereka.

Keempat, mereka selalu menempatkan Barat secara ideologis-politik sebagai musuh bersama yang mengancaman kesatuan umat. Kelima, mereka juga kerap mengajak anggotanya untuk melakukan kajian atau diskusi keagamaan secara tertutup.

Dalam upaya membantu pemerintah mencegah penyebaran radikalisme di lingkungan kampus, terutama jelang Pemilu 2024, civitas akademika perlu memberikan pembekalan sesuai dengan nilai luhur agama dan ideologi Pancasila.

Melakukan filterisasi terkait penerimaan dosen, karyawan, dan mahasiswa yang wajib memiliki wawasan kebangsaan yang tidak bertentangan dengan ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.

Kemudian membangun kerja sama antara perguruan tinggi dengan organisasi keagamaan yang bersifat moderat untuk kontra-radikalisme dengan menebarkan wawasan keagamaan yang menginklusi keberagaman.

Selain itu diperlukan diskusi untuk melatih cara berpikir kritis dalam konteks ilmiah supaya generasi milenial tidak mudah dipengaruhi oleh paham-paham radikal.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sidarto Danusubroto mengingatkan bahaya intoleransi, dan radikalisme, menjelang Pemilu 2024 yang dapat memicu perpecahan bangsa. Sidarto mengatakan radikalisme mampu menginfiltrasi ke lingkungan kampus untuk menyasar mahasiswanya.
Disisi lain, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali menyampaikan bahwa membangun generasi muda bangsa Indonesia yang berakhlak mulia adalah sebuah keharusan. Salah satu langkah yang dapat diambil yaitu dengan memanfaatkan aplikasi sistem informasi dan teknologi untuk meningkatkan manajemen dan operasional pesantren, yang mencakup penggunaan aplikasi untuk data base dan pengelolaan keuangan, perpustakaan digital, kurikulum pendidikan, e-learning berbasis online dan fitur lainnya. Hal ini memberikan efisiensi, transparansi dan aksesibilitas informasi yang diperlukan.
Dengan memanfaatkan teknologi maka diharapkan pemantauan terhadap para peserta didik akan lebih optimal, dihadapkan dengan penyebaran ajaran-ajaran yang menjurus terhadap paham radikalisme, LGBT, ajaran-ajaran sesat dan pengaruh menyimpang lainnya secara cepat melalui teknologi yang berkembang saat ini seperti contoh diantaranya melalui media sosial.
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur mengimbau kaum milenial di Kabupaten Jember, mewaspadai tiga bahaya bagi generasi muda, yakni bahaya intoleransi, radikalisme, dan bahaya narkoba. Kepala Bidang Pemuda dan Pendidikan FKPT Jatim, Dr Bambang Sigit Widodo mengatakan masa depan Indonesia berada di kalangan generasi muda, khususnya dalam menghadapi Indonesia Emas 2045.
Menurutnya sikap intoleransi mempunyai kecenderungan ke arah radikalisme, dari sikap yang tergolong radikal akan mudah ke arah bertindak terorisme, sehingga FKPT menggelar kegiatan “Sosialisasi Bahaya Intoleransi, Radikalisme dan Narkoba bagi Generasi Muda”. Masa depan Indonesia berada di tangan pemuda, sehingga pemuda-pemudi harus ditempa dengan semangat agar terbebas dan mewaspadai bahaya intoleransi, dan radikalisme.
Demokrasi tentunya bukan hanya milik generasi tua saja atau mereka yang sudah lama berkecimpung. Akan tetapi generasi milenial juga harus ikut andil agar perubahan dan kemajuan bisa segera terwujud. memiliki karakteristik seperti kreatif, inovatif, kritis, dinamis, dan adaptif, yang dapat membawa perubahan positif bagi kemajuan bangsa. Tentunya, anak muda memiliki akses dan penguasaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi.
Generasi muda harus menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada generasi selanjutnya, seperti menghargai perbedaan, menghormati hak orang lain, berdialog secara santun, bersikap toleran dan inklusif, serta berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Generasi muda harus memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, pendapat, dan aspirasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Generasi muda tentu memiliki peranan besar dalam menyukseskan pemilu 2024. Bahkan keterlibatan generasi muda tersebut digadang-gadang sebagai gerbang strategis menuju Indonesia emas 2045. Maka, sangat disayangkan apabila pemilih muda terpapar paham radikalisme, padahal sejatinya generasi muda merupakan entitas penting yang dapat mempertahankan eksistensi dan pengaruh dari sebuah kebijakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin.

)* Penulis adalah tim redaksi Saptalika Jr. Medi

Post Comment