Penerapan Ekonomi Hijau Stabilkan Pertumbuhan Ekonomi
Penerapan Ekonomi Hijau Stabilkan Pertumbuhan Ekonomi
Oleh : Nana Gunawan
Dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7 persen untuk menuju visi Indonesia Emas 2045, Indonesia tidak hanya bergantung kepada brown economy, tetapi juga membangun circular economy, green economy, dan blue economy. Proses transformasi perekonomian Indonesia menjadi ekonomi hijau yang berkelanjutan harus menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, sejalan dengan SDGs, Paris Agreement, visi Indonesia Emas 2045, serta mampu mencapai target Net Zero Emissions (NZE) di 2060.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045, mengurangi emisi sebesar 86 juta ton CO2 ekuivalen, dan menciptakan hingga 4,4 juta lapangan pekerjaan. Menurutnya, ekonomi hijau juga menjadi penting dalam mewujudkan transformasi ekonomi menuju negara berpendapatan tinggi setara dengan negara maju, dan keluar dari middle income trap. Terdapat dua peluang yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi hijau.
Peluang pertama adalah transisi aktivitas ekonomi eksisting. Pada sektor energi, upaya transisi diarahkan melalui penerapan energi baru dan terbarukan seperti energi surya, angin, hidro, dan biomassa. Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Pemerintah mengurangi emisi karbon dari PLTU melalui kombinasi dari amonia dan Carbon Capture Storage (CSS). Selanjutnya, ekosistem EV atau e-mobility perlu terus didorong untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca akibat pembakaran BBM.
Ekonomi hijau dan sirkular akan membantu industri di Indonesia untuk berdaya saing pada aspek keberlanjutan. Saat ini, terdapat 152 perusahaan yang memiliki Sertifikat Industri Hijau, dan tentunya diharapkan akan semakin bertambah di masa depan. Sertifikasi Industri Hijau ini memberikan manfaat ekonomi yaitu menghemat energi senilai Rp3,2 triliun per-tahun dan penghematan air senilai RP169 miliar per-tahun.
Sedangkan, peluang kedua yaitu memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui pengembangan sektor dan aktivitas sirkular yang inovatif termasuk industri berbasis sumber daya alam hayati berkelanjutan atau bio-ekonomi, ekonomi biru, dan industri pemanfaatan limbah. Sebagai salah satu negara megabiodiversity, industri bio-ekonomi di Indonesia sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. Pemerintah telah mengembangkan 22 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang perlu terus didorong untuk mengadopsi prinsip ekonomi hijau dan ekonomi sirkular sehingga dapat diakui secara luas dan mendatangkan investasi hijau.
Sekarang, banyak bermunculan bisnis baru atau startup yang telah memiliki core business yang menerapkan prinsip 9R ekonomi sirkular, yaitu Refuse – Rethink – Reduce – Reuse – Repair – Refurbish – Remanufacture – Recycle – Recover. Startup ini merupakan inovasi anak muda yang kreatif melihat peluang gap dalam implementasi ekonomi sirkular dan ekonomi hijau.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa UMKM juga dapat menjadi aktor utama dalam transisi ekonomi sirkular. Misalnya, bisnis reparasi, pengumpulan barang elektronik bekas, dan bisnis daur ulang limbah sangat memerlukan dukungan pendampingan dan pendanaan untuk pengembangan bisnisnya agar dapat tumbuh besar dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Airlangga juga mengapresiasi peluncuran Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular serta Peta Jalan Pengelolaan Susur dan Sisa Pangan. Hal ini dapat menjadi titik tonggak masa depan perekonomian Indonesia yang hijau dan berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat serta alam nusantara.
Di sisi lain, Anggota DPR RI, Dyah Roro Esti melalui Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI menitikberatkan pada peluang yang bisa didapat dengan mendukung ekonomi hijau, salah satunya yaitu dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Kontributor terhadap emisi karbon di Indonesia sangatlah banyak. Terdapat sektor energi, sektor industri, sektor limbah, dan sektor perhutanan.
Dyah menekankan untuk fokus terhadap peluang-peluang yang dapat diciptakan dalam ekonomi hijau. Pemerintah dinilai bisa menciptakan lapangan pekerjaan sekitar 4,4 juta lapangan pekerjaan yang melibatkan peran perempuan maupun pihak-pihak lain lintas sektoral.
Target dari ekonomi hijau adalah meningkatkan inovasi dan investasi pada pembangunan berkelanjutan. Terdapat beberapa manfaat dari penerapan ekonomi hijau seperti mendorong inovasi teknologi dan pembangunan berkelanjutan, mengurangi angka pengangguran, dan peningkatan kesejahteraan.
Sementara itu, Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan bahwa Pemerintah berkomitmen mempertahankan kualitas lingkungan dengan keanekaragaman hayati yang sangat strategis bagi pengembangan ekonomi hijau dan sirkular. Menurutnya, ekonomi hijau akan menciptakan investasi, modal dan infrastruktur, lapangan kerja, dan keterampilan yang lebih berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan.
Jika diterapkan dengan serius maka ekonomi hijau diharapkan dapat memajukan kemakmuran dan kesejahteraan bersama melalui berbagai inovasi, tentunya dengan menekankan lima sektor prioritas yaitu pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil guna meningkatkan PDB Indonesia di kisaran Rp593-638 triliun pada 2030.
Banyak sekali peran yang dimiliki oleh lintas stakeholder, lintas kementerian, dan juga DPR untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan baru maupun turunan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih hijau.
Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, maka Indonesia dapat mewujudkan ekonomi hijau berkelanjutan yang memberikan manfaat signifikan bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia
Post Comment