Peran Penting Masyarakat Melawan Isu SARA dan Hoax di Pilkada

Peran Penting Masyarakat Melawan Isu SARA dan Hoax di Pilkada

Oleh : Safira Tri Ningsih

Pilkada serentak 2024 semakin dekat, dan masyarakat memiliki peran kunci dalam menjaga kestabilan sosial serta politik. Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah maraknya isu SARA dan hoaks yang menyebar cepat di media sosial.
Untuk itu, penting bagi kita semua, sebagai bagian dari masyarakat, untuk lebih aktif dalam melawan informasi palsu yang dapat memecah belah. Hanya dengan kesadaran bersama, kita bisa memastikan Pilkada berlangsung dengan damai dan kondusif. Jangan biarkan isu-isu yang tidak berdasar mempengaruhi pilihan kita dan merusak persatuan bangsa.

Pemerintah pun tak tinggal diam. Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Tengah telah menggandeng Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memperkuat pengawasan terhadap konten-konten di dunia maya yang berpotensi memicu ketegangan.

Kerja sama ini difokuskan pada upaya menangkal penyebaran hoaks serta meningkatkan literasi digital masyarakat. Langkah ini sangat strategis mengingat Pilkada serentak yang akan dihelat di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, termasuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Bawaslu dan Diskominfo Jateng menjadi momen penting dalam mempertegas komitmen kedua lembaga tersebut.
Acara yang berlangsung di Hotel Griya Persada ini dihadiri oleh beberapa pejabat penting, termasuk Kepala Diskominfo Jateng, Riena Retnaningrum, Ketua Bawaslu Jateng, Muhammad Amin, dan Kepala Kantor LSM Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Farid Zamroni. Hal ini menandakan langkah serius dari pemerintah untuk meredam dampak negatif dari penyebaran hoaks selama proses Pilkada.
Riena menekankan pentingnya kerja sama ini sebagai wujud kehadiran pemerintah dalam menjaga kondusivitas wilayah selama Pilkada. Dengan kolaborasi berbagai pihak, termasuk Bawaslu, KPU, dan pihak-pihak terkait lainnya, pengawasan terhadap konten di media sosial diharapkan bisa berjalan optimal. Riena juga menyoroti semakin meluasnya penetrasi informasi di berbagai tingkatan masyarakat, yang membuat pengawasan dan literasi menjadi sangat penting.
Pada titik ini, kita bisa melihat betapa literasi digital menjadi kunci dalam mengatasi masalah hoaks dan isu SARA. Jika masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara menyaring informasi, maka potensi penyebaran berita palsu bisa ditekan.
Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial, terutama ketika menerima informasi yang belum tentu benar. Menggunakan hak pilih secara cerdas juga menjadi bagian dari literasi tersebut. Jangan sampai kita terjebak dalam isu-isu yang bisa merusak suasana demokrasi yang seharusnya berjalan sehat.
Muhammad Amin, Ketua Bawaslu Jateng, juga menyampaikan bahwa kerja sama ini akan sangat membantu personel pengawas pemilu di daerah untuk lebih memahami mekanisme penanganan hoaks. Tak hanya itu, Bawaslu juga berperan dalam mengawasi kampanye dan iklan di media sosial yang kerap menjadi sarang penyebaran informasi menyesatkan.
Hingga saat ini, sudah ada 14 laporan terkait dugaan pelanggaran siber yang telah direkomendasikan ke Bawaslu RI dan Kemenkominfo untuk ditindaklanjuti. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh pihak-pihak anonim yang kerap menyebarkan hoaks tanpa identitas yang jelas.
Hal ini menunjukkan bahwa kita masih menghadapi tantangan besar dalam hal keamanan informasi di dunia maya. Hoaks dapat muncul dari mana saja, dan sering kali sulit dilacak karena pelakunya menggunakan identitas palsu. Namun, dengan adanya kerja sama yang kuat antara pemerintah dan lembaga pengawas, upaya untuk menekan penyebaran hoaks dapat lebih terkoordinasi dan efektif.
Lebih jauh lagi, Mafindo yang juga terlibat dalam kerja sama ini menyoroti peran artificial intelligence (AI) dalam memproduksi hoaks. Menurut Farid Zamroni, penggunaan teknologi AI memungkinkan hoaks diproduksi dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Data dari semester pertama tahun 2024 menunjukkan bahwa jumlah hoaks yang beredar sudah melebihi total hoaks yang tercatat dalam satu tahun penuh di tahun sebelumnya. Tren ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat Pilkada masih akan berlangsung hingga akhir tahun.
Farid juga memperingatkan bahwa jumlah hoaks diprediksi akan semakin meningkat pada bulan-bulan menjelang Pilkada. Meskipun saat ini situasi di Jawa Tengah masih relatif tenang dibandingkan dengan daerah lain seperti DKI Jakarta, potensi lonjakan hoaks di Jawa Tengah tetap harus diwaspadai. Masyarakat harus tetap waspada dan tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum tentu benar.
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah hoaks. Partisipasi aktif dari masyarakat diperlukan agar Pilkada bisa berlangsung dengan damai dan adil.
Masyarakat harus sadar bahwa setiap informasi yang mereka bagikan di media sosial memiliki dampak yang besar. Jika kita bisa bersama-sama menolak penyebaran informasi palsu, maka peluang untuk menjaga kerukunan selama Pilkada akan semakin besar.
Sebagai bagian dari masyarakat, kamu bisa mulai dengan hal sederhana seperti memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Pilkada adalah momen penting bagi masa depan daerah dan negara kita. Jangan biarkan hoaks dan isu SARA merusak pesta demokrasi ini. Ayo kita bersama-sama menjadi garda terdepan dalam melawan penyebaran hoaks dan menjaga Pilkada 2024 tetap damai dan kondusif.

)* Penulis adalah Kontributor Daris Pustaka

Post Comment