Pilkada Memperkuat Demokrasi dan Peradaban Masyarakat Berbudaya
Pilkada Memperkuat Demokrasi dan Peradaban Masyarakat Berbudaya
Oleh: Arhadi Hunawam
Pemilihan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu elemen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Melalui Pilkada, masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin yang akan memimpin daerah mereka selama periode tertentu.
Pilkada tidak hanya menjadi sarana untuk memilih pemimpin, tetapi juga menjadi mekanisme penting dalam memperkuat demokrasi dan peradaban masyarakat yang berbudaya.
Pilkada menjadi wadah partisipasi masyarakat dalam politik. Partisipasi ini tidak hanya sebatas memilih, tetapi juga terlibat dalam proses kampanye, debat publik, dan pengawasan terhadap jalannya Pilkada. Partisipasi aktif masyarakat ini menjadi indikator sehatnya demokrasi di suatu daerah. Ketika masyarakat terlibat aktif, mereka menjadi lebih sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia belum berakhir setelah penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pilleg) pada bulan Februari 2024 lalu. Tahapan berikutnya adalah Pilkada serentak di seluruh wilayah Provinsi, Kabupaten, serta Kota di Indonesia yang akan digelar pada bulan November 2024 mendatang.
Salah satu dampak yang sering muncul dari pesta demokrasi yang digelar secara langsung adalah polarisasi di masyarakat. Polarisasi ini sering kali meninggalkan bekas dan berlarut-larut akibat kontestasi yang berlangsung. Tokoh budaya dan pendiri Dewan Kebudayaan Jawa Barat, Asep Ridwan H Wiranata, menyoroti bahwa polarisasi yang berkepanjangan setelah pesta demokrasi dapat berdampak negatif pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk mengantisipasi dampak ini, peran pemerintah sangatlah penting. Selain itu, semua pihak, baik pelaku, penegak hukum, penyelenggara, serta masyarakat, harus memiliki semangat bersama dalam menciptakan pesta demokrasi yang sejuk. Kesadaran akan pentingnya persatuan dan hubungan harmonis di masyarakat menjadi kunci untuk mengembalikan persatuan dan kesatuan.
Pernyataan serupa juga disampaikan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Lanny Jaya, Tias Urnom Kogoya yang menyampaikan Pilkada adalah pesta demokrasi yang dilakukan lima tahun sekali dan ini juga merupakan salah satu cara agar seluruh wilayah Indonesia yang menyelenggarakan Pilkada bisa terus menjadi lebih baik, sehingga kegiatan itu harus dimaknai dengan kemeriahan dan kedamaian.
Masyarakat juga diharapkan cerdas dalam menerima informasi selama pemilu, agar tidak mudah terprovokasi. Pemilihan pemimpin yang pintar dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya juga menjadi faktor penting. Pemimpin yang cerdas tidak hanya akan membawa masyarakat yang pintar di masa depan, tetapi juga akan menjaga persatuan dan kesatuan melalui penghargaan terhadap nilai-nilai budaya.
Dengan memilih pemimpin yang cerdas dan berbudaya, diharapkan dapat terbentuk sumber daya manusia yang pintar dan budaya persatuan serta kesatuan akan tetap terjaga di masyarakat. Pendidikan politik yang baik dan kesadaran budaya menjadi fondasi penting dalam menjaga keharmonisan pasca pesta demokrasi di Indonesia.
Proses Pilkada juga menjadi cermin dari peradaban masyarakat yang berbudaya. Masyarakat yang berbudaya adalah mereka yang mampu menjalani proses demokrasi dengan damai, tanpa kekerasan, dan saling menghormati perbedaan. Dalam konteks Pilkada, masyarakat yang berbudaya adalah mereka yang dapat menerima hasil pemilihan dengan lapang dada, meskipun calon yang mereka dukung tidak terpilih.
Pilkada yang sukses juga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan organisasi masyarakat sipil. Pemerintah harus menyediakan fasilitas dan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan Pilkada. Partai politik harus mendukung calon-calon yang berkualitas dan memiliki integritas. Organisasi masyarakat sipil dapat berperan dalam mengawasi jalannya Pilkada dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Pilkada juga menjadi momentum bagi munculnya pemimpin-pemimpin muda yang inovatif dan progresif. Pemimpin muda sering kali membawa ide-ide baru dan pendekatan yang segar dalam pemerintahan. Mereka lebih adaptif terhadap perubahan dan lebih dekat dengan generasi muda yang merupakan bagian besar dari populasi pemilih.
Selain itu, terdapat tantangan yang harus dihadapi adalah isu primordialisme, seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Isu ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan dukungan dengan cara yang tidak etis. Masyarakat harus waspada dan tidak terjebak dalam politik identitas yang bisa memecah belah persatuan.
Pilkada juga menghadapi tantangan dari segi keamanan. Ancaman keamanan seperti kerusuhan dan intimidasi dapat mengganggu jalannya Pilkada. Oleh karena itu, aparat keamanan harus siaga dan bekerja sama dengan semua pihak untuk menjaga ketertiban dan keamanan selama proses Pilkada.
Pilkada yang sukses akan menghasilkan pemimpin yang legitimate dan memiliki mandat kuat dari rakyat. Pemimpin yang terpilih melalui proses demokrasi yang baik akan lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Kesimpulannya, Pilkada memiliki peran yang sangat penting dalam memperkuat demokrasi dan peradaban masyarakat yang berbudaya. Melalui Pilkada, masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam politik, memilih pemimpin yang akuntabel, dan menjalani proses demokrasi dengan damai. Dukungan dari berbagai pihak dan penggunaan teknologi informasi akan semakin memperkuat proses Pilkada. Tantangan seperti politik uang, isu SARA, dan keamanan harus diatasi dengan kerja sama yang kuat dari semua pihak. Dengan demikian, Pilkada dapat benar-benar menjadi sarana untuk memperkuat demokrasi dan peradaban masyarakat berbudaya di Indonesia.
*) Penulis merupakan Mahasiswa Jakarta tinggal di Malang
Post Comment