Pola Pikir Sebagai Kunci Upaya Perangi Intoleransi Jelang Pemilu 2024

Pola Pikir Sebagai Kunci Upaya Perangi Intoleransi Jelang Pemilu 2024

Oleh : Ananda Prameswari

Jelang Pemilu 2024 ada potensi kekacauan sosial karena intoleransi. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk menjaga persatuan dan menghindari intoleransi. Caranya dengan mengubah pola pikir menjadi lebih baik, sehingga tidak ada ketakutan dalam menghadapi orang lain yang berbeda latar belakang atau keyakinan. Dengan perubahan pola pikir maka perdamaian akan terwujud di Indonesia dan Pemilu 2024 akan berhasil.

Pemilihan umum (Pemilu) akan diselenggarakan tahun 2024 tetapi wajib disiapkan dari sekarang agar nantinya berjalan dengan baik. Semua pihak berperan besar untuk menciptakan Pemilu damai dan berkolaborasi agar tercipta Pemilu damai. Perdamaian harus dijaga agar Pemilu berlangsung dengan lancar tanpa ada kerusuhan.

Untuk mewujudkan Pemilu damai maka yang wajib diperangi adalah intoleransi. Pemilu damai harus diwujudkan tanpa ada kerusuhan akibat merebaknya intoleransi, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Sejak Indonesia masuk masa reformasi (tahun 1998 dan seterusnya) terjadi perubahan pola pikir di masyarakat. Dulu mereka ketakutan saat akan menyampaikan aspirasi ke penguasa Orde Baru.

Namun saat berganti jadi Orde reformasi, masyarakat bisa dengan bebas mengutarakan pendapatnya. Akan tetapi kebebasan ini disalahgunakan karena dibuat jadi senjata untuk menyerang pihak lain yang memiliki suku atau keyakinan yang berbeda, sehingga menimbulkan intoleransi.

Direktur Eksekutif Institut Leimena (IL) Matius Ho mengatakan bahwa dalam upaya memerangi intoleransi, stereotip, dan diskriminasi tak hanya fokus pada melawan tindakannya tetapi juga pola pikirnya. Cara untuk melawan pola pikir pelaku intoleransi adalah lewat narasi-narasi positif.
Matius Ho menambahkan, ketika alam pikiran seseorang dikuasai ketakutan atau kebencian terhadap orang lain karena informasi yang salah, sebetulnya yang direndahkan martabatnya bukan hanya orang lain tersebut, tetapi juga dirinya sendiri. Pola pikir tersebut, justru akan menghambat pertumbuhannya sebagai seorang manusia yang sesuai martabatnya.

Kemudian, yang menjadi tantangan besar jelang Pemilu 2024 adalah bagaimana melawan upaya-upaya menguasai alam pikiran manusia dengan berbagai manipulasi informasi dan ajaran untuk merendahkan manusia yang lain. Manipulasi melalui propaganda bisa meracuni pola pikir masyarakat sehingga mereka jadi sosok yang intoleran. Padahal intoleransi sangat berbahaya karena bisa memicu kerusuhan dan berpotensi menggagalkan Pemilu.
Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk mengubah pola pikir agar tidak mudah percaya akan suatu konten hoaks dan propaganda, yang berisi ajakan untuk intoleransi. Perubahan pola pikir sangat penting karena menentukan keberhasilan Pemilu.
Misalnya ketika dulu ada anggapan etnis tertentu dimusuhi karena punya banyak uang sehingga memicu kecemburuan sosial. Muncullah narasi intoleransi yang menolak keberadaan mereka. Padahal etnis itu berstatus warga negara Indonesia (WNI) walau ciri fisiknya berbeda. Mereka juga memiliki nasionalisme yang tinggi dan bangga jadi WNI.
Contoh lain adalah saat ada kelompok yang memiliki keyakinan yang berbeda. Mereka sebagai minoritas seharusnya mendapatkan hak yang sama dalam Pemilu, karena juga berstatus WNI. Namun provokator membuat narasi intoleransi sehingga mereka dimusuhi dan tidak diberi hak pilih dalam Pemilu 2024.
Untuk mengatasi narasi intoleransi yang mengajak permusuhan terhadap etnis dan kelompok dengan keyakinan yang berbeda, maka masyarakat perlu mengubah pola pikirnya. Ingatlah bahwa sejak Indonesia merdeka tahun 1945, negeri ini terdiri dari banyak suku, latar belakang, etnis, dan keyakinan. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika wajib diterapkan karena akan menyatukan berbagai perbedaan di Indonesia.
Dengan mengubah pola pikir maka masyarakat akan terhindari dari narasi intoleransi yang berbahaya. Mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh provokator dan tetap menjaga persatuan Indonesia. Nantinya akan terwujud suasana yang kondusif sehingga tidak akan ada kerusuhan baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Jelang Pemilu 2024 suasana harus dikondisikan agar tetap kondusif. Penyebabnya karena saat ada kerusuhan maka bisa mengganggu kelancaran Pemilu. Oleh karena itu masyarakat diminta untuk tidak mudah marah dan tak gampang dipengaruhi oleh konten yang mengandung intoleransi di media sosial.
Sementara itu, Ketua KPU Rahmat Bagja menyatakan bahwa intoleransi berpotensi terjadi pada gelaran Pemilu 2024. Maka dia merasa potensi ini dapat ditekan dengan kerja bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Dalam artian, FKUB bekerja sama dengan Bawaslu dalam mewujudkan Pemilu yang damai dan bebas intoleransi. Dengan himbauan dari FKUB maka tiap orang sadar bahwa walau keyakinannya berbeda-beda, tetapi punya hak yang sama saat Pemilu. Maka tidak akan ada permusuhan jelang Pemilu (terutama di masa kampanye) karena semua pihak bersatu, walau punya keyakinan yang berbeda-beda.
Kunci memerangi intoleransi jelang Pemilu 2024 adalah dengan menjaga persatuan dan mengubah pola pikir. Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terpengaruh oleh provokator yang menyebar konten hoaks dan propaganda, yang mengajak untuk melakukan aksi intoleransi. Mereka tetap bersatu dan mewujudkan Pemilu damai sehingga ajang lima tahunan ini berhasil tanpa ada gangguan dari provokator.

)* Penulis adalah Kontributor Ruang Medi

Post Comment