RUU Kesehatan Jamin Perlindungan Hukum untuk Dokter dan Nakes
RUU Kesehatan Jamin Perlindungan Hukum untuk Dokter dan Nakes
Oleh : Alexander Yosua Galen
Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus berupaya untuk menjamin adanya perlindungan hukum yang jauh lebih jelas dan pasti serta tegas untuk kepentingan para dokter hingga seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengatakan bahwa justru dengan adanya penolakan yang dilakukan oleh sejumlah organisasi profesi di dunia kesehatan terkait dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, hal tersebut justru sangatlah berpotensi untuk terus dan semakin menghambat tersedianya perlindungan hukum bagi para dokter dan juga tenaga kesehatan (Nakes).
Bagaimana tidak, sejatinya justru dengan adanya RUU Kesehatan yang kini tengah menjadi pembahasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) bersama dengan Pemerintah RI tersebut mampu untuk memberikan adanya perlindungan hukum yang lebih jelas dan kuat kepada seluruh dokter dan juga Nakes ketika mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Upaya Pemerintah RI untuk terus menjamin dan memberikan perlindungan hukum kepada para dokter dan tenaga kesehatan melalui keberadaan RUU Kesehatan mengalami penolakan dari sejumlah organisasi profesi. Penolakan tersebut akan sangat mengganggu tercapainya perlindungan hukum yang lebih jelas dan kuat tadi.
Terkait dengan hal tersebut, Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril menyatakan bahwa banyak pasal mengenai hukum, yang sebenarnya sudah sejak lama dikhawatirkan oleh para dokter dan Nakes, apabila masih saja terus merujuk kepada peraturan atau Undang-Undang (UU) yang berlaku saat ini.
Meski mereka terus mengkhawatirkan mengenai masalah perlindungan hukum tersebut sejak lama, namun pada faktanya justru sama sekali tidak ada organisasi profesi (OP) dan ataupun individu dari pihak dokter dan tenaga kesehatan yang bersuara dengan lantang dan memiliki inisiatif untuk segera mengusulkan terjadinya perbaikan akan peraturan yang sudah ada, yang mana sudah berlaku hampir 20 tahun terakhir.
Karena melihat bahwa tidak ada inisiatif apapun dari para organisasi profesi maupun individu di dunia kesehatan tersebut, kemudian pada akhirnya pihak DPR RI memulai inisiatif tersebut dengan mencoba untuk melakukan perbaikan pada Undang-Undang (UU) yang ada, sehingga ke depannya beberapa pasal mengenai perlindungan hukum akan menjadi jauh lebih baik lagi tentunya.
Inisiatif yang dilakukan oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyat tersebut kemudian mendapatkan dukungan secara penuh dari Pemerintah RI karena memang dinilai akan mendatangkan banyak perbaikan dan juga meningkatkan seluruh kualitas perlindungan hukum, termasuk juga dengan adanya RUU Kesehatan maka nakes akan mampu untuk semakin meningkatkan kualitas dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Tanah Air.
Sebaliknya, justru masih saja ada penolakan dari segelintir pihak, yang justru menghendaki dan berupaya untuk mengembalikan pasal-pasal terkait dengan hukum yang ada seperti dulu, padahal didalam pasal-pasal tersebut sama sekali masih belum ada perlindungan hukum yang jelas dan sejak dulu sering dikhawatirkan serta sudah banyak terbukti aturan-aturan dulu seringkali menimbulkan permasalahan terkait hukum bagi para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia.
Menjadi cukup kontradiktif apabila sikap dari para organisasi profesi menolak adanya RUU Kesehatan, karena tidak sejak dulu mereka berinisiatif untuk mengadakan perbaikan terhadap perlindungan hukum untuk para dokter dan Nakes, padahal sudah sejak lama pula mereka mengkhawatirkan hal itu.
Kemudian, permasalahan kedua adalah dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan tersebut terdapat situasi tatkala dokter bisa saja digugat secara pidana ataupun perdata, meskipun mereka sudah menjalani sidang disiplin. Jelas sekali sebenarnya permasalahan ini tidak relevan lagi untuk diangkat, karena sejatinya dalam aturan yang sama sudah termaktub dalam UU lama yang sudah berlaku selama ini, yakni dalam UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.
Sebagai informasi bahwa dalam Pasal 68 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004 telah dengan jelas disebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Sejauh ini, memang seluruh pasal yang selama ini dianggap bermasalah itu, khususnya mengenai perlindungan hukum untuk para dokter dan Nakes masih terus dalam tahap pembahasan oleh DPR RI dan Pemerintah RI, dengan tujuan agar bisa terus diperbaiki.
Dengan kata lain, sejatinya perlindungan hukum bagi para dokter dan tenaga kesehatan di dunia kesehatan Tanah Air akan sangat terjamin dengan jauh lebih baik dan jelas justru ketika adanya RUU Kesehatan ini. Terjadinya penolakan pada beberapa poin sebenarnya sudah sama sekali tidak relevan lagi karena sejauh ini, perlindungan hukum tersebut sendiri juga terus dikhawatirkan oleh para dokter dan Nakes, terlebih, justru poin yang menjadi penolakan adalah aturan yang sebenarnya juga sudah sejak lama telah ada dalam UU sebelumnya.
)* Penulis adalah Kontributor Suara Khatulistiwa
Post Comment