Sambut Pemilu 2024, Masyarakat Perlu Jaga Keutuhan NKRI

Sambut Pemilu 2024, Masyarakat Perlu Jaga Keutuhan NKRI

Oleh : Arzan Malik Narendra

Pemilihan Umum (Pemilu) kerap menunjukkan keriuhan serta gesekan, meski demikian seluruh yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu haruslah menjaga kesetiaan kepada pancasila, karena Pancasila merupakan landasan pegangan dalam menghadapi demokrasi. Di sisi lain sikap toleransi juga harus dijaga, jangan sampai hanya karena perbedaan keyakinan justru menjadikan masyarakat Indonesia menjadi intoleran.

Pancasila telah memberikan landasan agar nilai-nilai filosofis dari ideologi tersebut dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemilu. Dalam hal ini tentu saja rakyat Indonesia memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna memberikan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Nilai luhur Pancasila yang termaktub dalam lima sila Pancasila tentu amat luar biasa jika diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pada penyelenggaraan pemilu.

Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan pedoman bagi para peserta Pemilu sekaligus masyarakat sebagai pengguna hak pilih agar tidak mengusung sentimen agama untuk keperluan memperoleh dukungan suara atau memenangkan Pemilu.

Sila pertama memberikan kebebasan kepada masing-masing individu untuk meyakini agama dan kepercayaan masing-masing, menghormati agama orang lain, sekaligus tida memaksakan kehendak atas agama dan kepercayaan yang diyakininya kepada orang lain.

Demikian pula dalam perhelatan Pemilu, sudah semestinya setiap pemilih diberikan kebebasan untuk menentukan preferensi pilihannya berdasarkan hati nurani masing-masing, termasuk keyakinan agamanya, tanpa memaksakan keyakinan agamanya, tanpa memaksakan keyakinan itu kepada orang lain, melainkan harus saling hormat menghormati atas keyakinan orang lain dalam menjatuhkan pilihan politiknya saat berada di dalam bilik suara.
Selain itu bentuk kampanye hitam dengan memanfaatkan sentimen keagamaan demi memenangankan sebuah kontestasi politik, telah terbukti menimbulkan dampak keterbelahan, polarisasi, saling curiga, permusuhan, saling benci dan menebar dendam berkepanjangan sesama anak bangsa. Keadaan seperti ini tentu saja tidak sesuai dengan visi para pendiri bangsa saat melahirkan Pancasila, karena justru dengan Pancasila-lah, para pendiri bangsa menyatukan berbagai golongan yang ada di Indonesia.
Adapun sila kedua Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan filosofi yang pada perhelatan Pemilu seharusnya terwujud dalam keadilan penggunaan hak memilih. Pada Pemilu, setiap WNI yang sudah berusia 17 taun, sudah menikah atau pernah menikah dan hak-nya tidak dicabut, memiliki hak untuk memilih pemimpinnya tanpa kecuali dan memiliki suara yang setara atau nilai dan derajat yang sama.
Selanjutnya, Persatuan Indonesia, yang merupakann sila ketiga Pancasila yang menjadi pedoman bagi pemilih dan kontestan dalam Pemilu agar menjaga persatuan dan kerukunan dalam menggunakan hak pilih dan berkompetisi. Sila ini tentu saja menjadi penyemangat bagi WNI agar berpartisipasi dalam pemilu.
Lanjutnya adalah sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, merupakan dasar adanya pemilu dan berdemokrasi.
Sementara itu pada sila terakhir Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tentu saja hal tersebut akan menjadi acuan bagi peserta pemilu dan pemilih untuk menjunjung keadilan. Untuk terwujudnya keadilan dalam pemilu para peserta pemilu tentu saja dilarang untuk melakukan pembelian suara atau mendistribusikan keuntungan baik material maupun non material kepada pribadi atau kelompok pemilih.
Sejak awal presiden Jokowi telah berkomitmen untuk selalu menghidupkan moderasi beragama dalam kehidupan bermasyaraakat. Menurutnya, toleransi merupakan salah satu bagian penting dalam hal moderasi beragama.
Sebelumnya Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyebutkan bahwa sikap intoleransi terhadap kepercayaan lain merupakan bentuk pelanggaran terhadap konstitusi. Hal ini dikarenakan konstitusi memberikan jaminan kebebasan beragama.
Ma’ruf mengatakan Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 menjelaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Tidak hanya itu, dirinya juga menyebut Pasal 29 ayat 2 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing. Ma’ruf menyebut toleransi perlu menjadi bagian dari sikap hidup, yakni setiap orang dapat menerima perbedaan orang lain, baik mengenal pendapat maupun kepercayaan.
Menurut Ma’ruf, toleransi diperlukan untuk menjaga keutuhan dan persatuan dan persatuan. Sebagai agama mayoritas, Ma’ruf menyebut umat Islam perlu memegang prinsip persaudaraan. Pancasila digali dan lahir ke bumi Indonesia mengandung nilai etis yang berakar pada pengalaman faktual dan pendalaman religius.
Silaturahmi adalah media untuk menyambung persaudaraan dan ikhlas memaafkan merupakan terapi menuju pencapaian kesehatan mental. Sedangkan, intoleran yang berdasarkan kebencian dan dibalut dengan paham radikal merupakan virus bagi kesehatan mental.
Pemilu 2024 semakin dekat, kesetiaan kepada Pancasila tentu perlu dijaga, di sisi lain toleransi beragama juga perlu ditegakkan karena Indonesia merupakan bangsa terdiri dari berbagai suku, agama maupun antar golongan (SARA). Sehingga sikap toleran juga diperlukan guna meredam konflik yang tidak perlu.

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Siber Nus

Post Comment