Satgas PHK Mitigasi Dampak Dari Gelombang PHK
Satgas PHK Mitigasi Dampak Dari Gelombang PHK
Oleh : Ferri Alfian
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) sebagai respons cepat terhadap meningkatnya gelombang PHK massal yang terjadi di sejumlah sektor industri. Pembentukan Satgas ini merupakan bagian dari langkah strategis mitigasi pemerintah untuk memastikan bahwa dampak sosial-ekonomi dari pemutusan hubungan kerja dapat diminimalkan. Kondisi ekonomi global yang tidak stabil, ditambah dengan dampak lanjutan dari disrupsi pasca-pandemi serta perubahan teknologi yang cepat, menyebabkan banyak perusahaan harus melakukan efisiensi, termasuk merumahkan sebagian besar tenaga kerjanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan Satgas PHK dibentuk bukan semata-mata hanya untuk mencatat data PHK, tetapi memiliki fungsi proaktif dalam pencegahan, penanganan, serta mediasi antara pekerja dan perusahaan. Langkah ini penting untuk menjamin hak-hak pekerja tetap terlindungi, sekaligus menjaga stabilitas dunia usaha agar tidak terjebak dalam konflik berkepanjangan. Satgas ini terdiri dari unsur lintas kementerian, asosiasi pengusaha, serikat buruh, dan lembaga perlindungan pekerja agar dapat menjalankan fungsinya secara holistik dan representatif.
Data terakhir yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang kuartal pertama tahun 2025, tercatat lebih dari 92.000 pekerja terdampak PHK dari berbagai sektor, terutama manufaktur, tekstil, teknologi informasi, dan jasa keuangan. Tren ini menunjukkan urgensi untuk hadirnya mekanisme intervensi negara yang lebih tanggap. Oleh karena itu, Satgas PHK juga ditugaskan untuk menyusun peta risiko PHK berbasis data sektoral dan wilayah, sehingga kebijakan yang dikeluarkan menjadi lebih tepat sasaran dan adaptif terhadap kondisi riil lapangan.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri mengungkapkan bahwa pematangan landasan dan fungsi Satgas PHK sedang dilakukan secara paralel sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Pembahasan ini melibatkan berbagai kementerian, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Langkah mitigasi yang dijalankan Satgas antara lain meliputi penguatan layanan pelatihan ulang (reskilling dan upskilling), fasilitasi penempatan kerja baru, pembukaan akses pada program kewirausahaan, serta penyaluran bantuan sosial bersifat transisional. Satgas juga menyediakan kanal aduan digital bagi pekerja yang mengalami PHK sepihak atau tidak sesuai aturan. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih adil, responsif, dan berbasis keadilan sosial.
Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Danang Girindrawardana mengatakan pihaknya setuju dengan pembentukan Satgas PHK karena langkah ini diyakini dapat menekan angka pemutusan hubungan kerja sekaligus memperkuat daya tahan pasar domestik. Dengan adanya Satgas, potensi PHK bisa ditekan melalui upaya mediasi, pelatihan ulang tenaga kerja, serta fasilitasi penyerapan kembali tenaga kerja ke sektor-sektor yang masih berkembang. Penguatan pasar domestik sangat penting di tengah ketidakpastian ekonomi global, sehingga kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan pekerja menjadi kunci menjaga stabilitas industri nasional.
Satgas juga memberikan rekomendasi kebijakan preventif kepada perusahaan. Salah satu pendekatan yang diusulkan adalah penguatan skema fleksibilitas kerja, seperti kerja paruh waktu atau rotasi shift, sebagai alternatif PHK. Dengan strategi ini, perusahaan tetap bisa menyesuaikan beban kerja tanpa harus merumahkan karyawannya secara permanen. Satgas juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara manajemen dan pekerja, agar keputusan sulit seperti PHK tidak menjadi sumber konflik horizontal yang berkepanjangan.
Dari sisi pekerja, Satgas mendorong peningkatan kesadaran akan pentingnya kompetensi yang relevan di era digital dan transformasi industri. Melalui kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK), lembaga pendidikan vokasi, serta platform pelatihan daring, pekerja terdampak PHK diberi kesempatan untuk meningkatkan keterampilan baru yang dibutuhkan pasar kerja. Pemerintah juga menggandeng mitra industri untuk membuka lowongan kerja prioritas bagi pekerja yang telah menyelesaikan pelatihan tersebut, sehingga proses transisi dapat berjalan lebih cepat dan produktif.
Penguatan peran Satgas PHK juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak, Kehadiran Satgas tersebut menjadi sinyal positif atas keberpihakan negara terhadap nasib pekerja. Selama ini banyak pekerja yang tidak mengetahui saluran perlindungan hukum ketika mengalami PHK, dan Satgas bisa menjadi jembatan solusi antara perusahaan dan pekerja.
Dengan latar belakang tantangan ketenagakerjaan yang semakin kompleks, Satgas PHK menjadi ujian nyata bagi keberpihakan negara terhadap tenaga kerja sebagai pilar pembangunan nasional. Di tengah tekanan global, upaya kolektif antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan agar transisi ekonomi yang sedang berlangsung tidak meninggalkan banyak korban di sektor tenaga kerja. Ke depan, peran Satgas ini diharapkan bukan hanya merespons gejala PHK, tetapi mampu menjadi instrumen strategis dalam membentuk sistem ketenagakerjaan nasional yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Pembentukan Satgas PHK merupakan langkah strategis pemerintah dalam menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja yang meningkat di berbagai sektor industri. Dengan pendekatan yang kolaboratif dan responsif, Satgas tidak hanya berperan sebagai penangan krisis, tetapi juga sebagai jembatan solusi jangka panjang antara dunia usaha dan pekerja. Melalui upaya preventif, pelatihan ulang, serta fasilitasi penempatan kerja, Satgas diharapkan mampu menekan angka PHK, memperkuat pasar tenaga kerja domestik, dan menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian.
)* Penulis merupakan mahasiswa yang tinggal di Jakarta
Post Comment