Sebagai Pemegang Keketuaan KTT ASEAN, Indonesia Siap Menjembatani Konflik Myanmar

Sebagai Pemegang Keketuaan KTT ASEAN, Indonesia Siap Menjembatani Konflik Myanmar

Oleh : Indra Fajar Mahendra

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang diselenggarakan di Indonesia rupanya tidak hanya berupaya meningkatkan perekonomian negara-negara di Asia Tenggara saja, tetapi juga menjadi upaya dalam penyelesaian konflik di Negara Asean seperti Myanmar.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan, Indonesia sebagai pemegang keketuaan KTT ASEAN akan terus berupaya menjembatani demi mengakhiri perbedaan-perbedaan pandangan dan posisi yang terjadi di Myanmar.

Retno menuturkan, pihaknya akan membuat enggagement (komunikasi dua arah) sebagai Ketua ASEAN seluas mungkin untuk mendengarkan pandangan-pandangan yang berseberangan dan juga mencoba menjembatani perbedaan-perbedaan posisi. Konflik yang terjadi di Myanmar memang tidak mudah, namun Indonesia sebagai pemegang keketuaan ASEAN akan terus mencoba membangun komunikasi.

Menlu Retno mengungkapkan upaya komunikasi yang dibangun Indonesia dalam keketuaan di ASEAN antara lain melakukan komunikasi dengan pihak militer Myanmar, dengan National Unity Goverment of Myanmar (NUG), maupun dengan Etnic Armed Groups serta dengan beberapa partai politik yang ada di sana.

Adapun sebagaimana keputusan KTT sebelumnya, Myanmar akan diundang dalam KTT ASEAN 2023 pada level non-political representative karena konflik yang masih terjadi di negara tersebut. Perlu diketahui bahwa dalam KTT ASEAN akan ada dua sesi pertemuan yakni sesi pleno dan sesi retreat.

Dalam sesi retreat, akan dibahas mengenai implementasi Konsensus Lima Poin soal Myanmar. Konsensus lima poin itu adalah keputusan para pemimpin ASEAN melalui suatu pertemuan khusus, yang juga dihadiri oleh pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, untuk membantu Myanmar mengatasi krisis politiknya.

Konsensus Lima Poin menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.
Menurut Retno, pada sesi retreat pemimpin negara-negara ASEAN akan meninjau Lima Poin konsensus tersebut. Dirinya juga menegaskan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), KTT ASEAN tahun ini akan membahas masalah Myanmar, namun prioritas ASEAN tetap terkait bagaimana upaya-upaya mempercepat pembangunan Komunitas ASEAN yang manfaatnya senantiasa ditanyakan oleh masyarakat ASEAN.
Sementara itu, Dunia Internasional rupanya memberikan tekanannya kepada Indonesia yang kini menjabat sebagai Ketua ASEAN 2023 untuk segera mengambil tindakan tegas dalam menghadapi junta militer Myanmar, yang dikenal dalam bahasa lokal sebagai Tatmadaw. Junta sendiri telah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Myanmar sejak 2 tahun lalu.
Sejumlah pakar berpendapat bahwa aksi kudeta yang berubah menjadi perang saudara tersebut secara efektif telah menganulir rencana perdamaian ASEAN, dikenal sebagai konsensus lima poin, yang banyak menuai pujian dari sejumlah pihak. Namun, mereka juga mengatakan bahwa hal tersebut sekaligus membuka jalan bagi Presiden Jokowi untuk mengambil garis baru yang lebih tegas dalam melawan kepala junta, Jenderal Min Aung HlaJokow.
Direktur Risk Analysis and Resources International yang berbasis di Phnom Penh, Ross Milosevic mengatakan bahwa Myanmar telah menguji sembilan negara anggota ASEAN dan tanggapan kelompok tersebut yang dipimpin oleh Brunei dan Kamboja, sejak kudeta pada 1 Februari 2021 masih jauh dari harapan.
Ross menuturkan, ASEAN selalu memiliki lanskap non-intervensi dalam kebijakan mereka, tetapi fakta adalah fakta, dan rencana ini telah menjadi bencana. Dirinya tidak berpikir ASEAN telah menangani situasi dengan cara yang benar.
Charles Santiago dari kelompok Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, sepakat. Ia mengatakan bahwa tidak ada dialog seperti yang ditekankan di bawah konsensus dan setelah dua tahun rencana tersebut sudah mati untuk waktu yang lama.
Pada 2021, Myanmar dilarang hadir pada KTT tahunan ASEAN ketika Brunei Darusalam menjadi Ketua ASEAN. Negara tersebut kembali dilarang hadir pada KTT yang sama saat Kamboja memegang kursi ketua ASEAN pada tahun lalu.
Namun kedua negara tersebut gagal bernegosiasi dengan pihak oposisi, yaitu Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Goverment/NUG), atau Pasukan Pertahanan Rakyat (People’s Defense Force/PDF) yang dilengkapi persenjataan.
Phnom Penh bahkan berusaha untuk menormalkan hubungan antara junta dan ASEAN, yang membuat marah banyak orang. Namun langkah untuk menormalkan hubungan itu gagal dicapai di tengah kekejaman junta yang telah merenggut sedikitnya 2.700 nyawa. Tidak kurang dari 13.600 orang lainnya ditahan dan lebih dari 1 juta warga sipil telah mengungsi.
Menanggapi masalah di Myanmar, Retno Marsudi telah mengumumkan aan membentuk kantor utusan khusus ASEAN di Myanmar untuk melibatkan semua pihak yang terlibat.
Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki keterlibatan yang tinggi dengan seluruh dunia, di mana hal tersebut akan memberikan kekuatan bagi Indonesia dalam menjembatani konflik di Myanmar.

)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara

Post Comment