Semakin Dekat dengan Aparat Keamanan, Masyarakat Kecam Aksi Brutal KST

Semakin Dekat dengan Aparat Keamanan, Masyarakat Kecam Aksi Brutal KST

Oleh: Loa Murib

Tingginya jumlah aksi kejahatan dari Kelompok Separatis dan Teroris (KST) di Papua sepanjang tahun 2023 menjadi sorotan utama, memicu reaksi keras dari masyarakat dan menarik perhatian aparat keamanan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2023 terjadi 199 aksi KST yang melibatkan 146 korban, merinci bahwa 40 aksi berupa penembakan, 20 aksi kontak tembak, dan 136 aksi lainnya.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia ini menjelaskan bahwa gejala KST Papua paling merajalela terjadi di beberapa kabupaten di Papua, dengan Kabupaten Puncak menjadi yang tertinggi dengan 42 kasus. Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Pegubin, dan beberapa kabupaten lainnya juga menjadi saksi dari kejahatan yang meresahkan ini. Melibatkan sejumlah modus, termasuk penembakan dan kontak tembak, aksi KST ini telah merenggut nyawa 64 orang, melukai 81 orang, dan menyandera satu orang.
Jumlah korban yang signifikan ini telah menciptakan gelombang kecaman dan kekesalan di tengah masyarakat. Masyarakat tidak lagi hanya menjadi penonton, tetapi semakin terlibat dalam menunjukkan penolakan terhadap kebrutalan yang dilakukan oleh KST. Munculnya rasa empati dan kepedulian terhadap sesama menjadi kekuatan penggerak bagi masyarakat untuk bersatu melawan ancaman bersenjata yang mengintai.
Menyikapi hal ini, Kapolri menekankan bahwa tidak hanya terbatas pada aksi KSTP, namun juga mencakup 234 aksi gangguan kamtibmas KST sepanjang tahun 2023. Meskipun ada penurunan sebesar 17,6% dibandingkan tahun sebelumnya, masih menjadi sebuah tantangan serius yang harus diatasi.
Kapolri menyatakan komitmennya untuk terus meningkatkan kapasitas satuan wilayah dalam menghadapi gangguan dari KSTP. Salah satu langkah konkrit yang diambil adalah pemekaran Polda Papua menjadi 6 polda, dengan dukungan dari 49 olres yang diperkuat oleh 21.500 personel. Upaya ini diharapkan dapat mengoptimalkan penanganan kejahatan di tingkat lokal.
Lebih lanjut, Kapolri juga menginformasikan bahwa Polri telah melakukan serangkaian operasi di Papua, seperti Operasi Damai Cartenz dan Operasi Rastra Samara Kasih. Operasi-operasi ini mencakup diplomasi pencarian terhadap korban penculikan KSTP dan program-program binmas dengan tujuan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat Papua. Operasi Petik Bintang 2023 juga dilakukan sebagai respons terhadap ancaman KSTP di Papua Barat.
Salah satu aspek penting dari respons masyarakat terhadap aksi brutal KSTP adalah peningkatan kesadaran akan peran aparat keamanan. Masyarakat semakin menyadari bahwa keamanan dan ketertiban bukanlah tanggung jawab yang hanya dapat dipikul oleh aparat keamanan semata. Solidaritas dan keterlibatan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman dan damai.
Penting untuk dicatat bahwa Kapolri menegaskan komitmen Polri dalam melindungi masyarakat dari serangan KST. Kerjasama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk TNI dan pihak terkait lainnya, menjadi kunci untuk mencapai keberhasilan dalam memerangi kejahatan yang merugikan masyarakat dan merusak ketenteraman di Papua.
Tidak hanya itu, masyarakat semakin dekat dengan aparat keamanan melalui partisipasi dalam program-program binmas (bimbingan masyarakat). Program ini bertujuan untuk mendekatkan polisi dengan masyarakat, membangun kepercayaan, dan memberikan pemahaman tentang pentingnya kerjasama dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Namun, keberhasilan langkah-langkah ini tidak dapat dicapai tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Masyarakat diharapkan bukan hanya menjadi saksi bisu terhadap tindakan kekerasan, tetapi juga menjadi mata dan telinga yang peka terhadap aktivitas mencurigakan. Laporan dari masyarakat dapat menjadi sumber informasi berharga bagi aparat keamanan dalam menanggapi ancaman dan menjamin keamanan bersama.
Yeremia, seorang pemimpin suku di Distrik Sota secara tegas menolak keberadaan KSTdi Tanah Papua. Ia bahkan meminta agar kelompok itu tak boleh ada di daerah tersebut. Permintaan Yeremia itu disampaikan khusus kepada Egianus Kogoya, sosok yang selama ini menjadi pemimpin dari Kelompok Separatis Teroris di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.
Tokoh Adat Papua Herman Albert Yoku mengecam tindakan KST di sejumlah wilayah Papua. Menurutnya, rentetan aksi tersebut merupakan pelanggaran HAM berat. Hanya sebagian kecil orang dengan kepentingan pribadi menggunakan simbol Papua Merdeka sebagai alat melawan pemerintah. Untuk itu pihaknya meminta KST segera hentikan semua aksi kekerasanya dan ikut serta dengan masyarakat menjaga kondusifitas di Tanah Papua, guna mewujudkan Papua damai dan sejahtera
Dalam situasi yang kompleks seperti ini, solidaritas antara masyarakat dan aparat keamanan menjadi kunci keberhasilan. Masyarakat yang semakin dekat dengan aparat keamanan akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif. Ini bukan hanya tanggung jawab aparat keamanan atau pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga keutuhan dan keamanan negara.
Dengan semakin dekatnya masyarakat dengan aparat keamanan, diharapkan Indonesia dapat bersatu melawan ancaman bersenjata dan membangun negeri yang damai, adil, dan sejahtera bagi semua warganya. Masyarakat yang peduli, aktif, dan bersatu dapat menjadi kekuatan besar dalam melawan segala bentuk kekerasan dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

*Penulis Mahasiswa Papua di Surabay

Post Comment