Tindak Tegas OPM Pengganggu Kedamaian Tanah Papua
Tindak Tegas OPM Pengganggu Kedamaian Tanah Papua
Oleh: Loa Murib
Tindakan tegas terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan langkah krusial dalam menangani sumber penderitaan yang dialami oleh masyarakat Papua. Sebab keberadaan OPM sendiri sudah mengganggu kedamaian di Bumi Cenderawasih.
Kekerasan yang mereka lakukan telah menelan banyak korban jiwa dan merusak infrastruktur, mengganggu kedamaian, dan menghambat pembangunan di wilayah tersebut. Sebagai respons, aparat keamanan dan pemerintah telah memperkuat langkah-langkah mereka untuk menindak tegas kekerasan tersebut, dengan harapan dapat mengembalikan stabilitas dan kedamaian yang selama ini terganggu.
Dalam menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh OPM, aparat keamanan telah mengambil langkah-langkah untuk menindak tegas kelompok separatis tersebut. Operasi-operasi militer dan keamanan telah dilakukan untuk mengatasi aksi kekerasan dan gangguan yang dilakukan oleh OPM. Patroli intensif, penangkapan terhadap anggota OPM, dan penindakan terhadap basis-basis mereka merupakan beberapa contoh dari upaya-upaya ini.
Satuan Tugas (Satgas) Operasi Damai Cartenz 2024 melakukan patroli intensif di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan. Patroli ini dilakukan dengan tujuan menjaga keamanan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat setempat dari gangguan OPM atau KKB. Komandan Sektor Wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, Iptu Muhammad Kasim Lating, menjelaskan bahwa patroli tersebut bertujuan untuk mengantisipasi ancaman serta memberikan perlindungan kepada masyarakat. Hasil patroli menunjukkan bahwa tidak ditemukan aktivitas mencurigakan dari OPM atau KKB di wilayah tersebut, memberikan gambaran bahwa keberadaan aparat keamanan telah berhasil menjaga kestabilan di sana.
Selain itu, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan III), Letnan Jenderal Richard Tampubolon, memberikan ultimatum kepada OPM untuk menghentikan serangkaian aksi kekerasan mereka. Permintaan tersebut termasuk melepaskan sandera dan menghentikan penyerangan terhadap masyarakat sipil dan aparat keamanan. Respon ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menegakkan ketertiban dan keamanan di Tanah Papua.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh OPM mendapat kecaman tidak hanya dari aparat keamanan, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat. Ketua Forum Mahasiswa dan Pemuda Tanah Papua (Formapa), Charles Kossay, secara tegas mengutuk tindakan tidak terpuji tersebut dan mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung penuh aparat keamanan dalam menindak tegas OPM. Dukungan ini penting untuk memastikan bahwa proses pembangunan di Tanah Papua dapat berjalan lancar tanpa gangguan dari kelompok separatis tersebut.
Selain itu, Syafuan Rozi Peneliti Pusat Riset Politik BRIN mengatakan bahwa operasi militer kepada gerakan OPM memang diperlukan. Hal itu mengingat eskalasi konflik Papua yang terus meninggi. Operasi militer dinilai bentuk syok terapi pemerintah Indonesia terhadap OPM sembari mempersiapkan dialog Papua jilid II. Sebab dialog perdamaian yang ditawarkan berkali-kali, telah ditolak. Sepak terjang yang dilakukan OPM bukan lagi skala gangguan keamanan dan teror, melainkan lebih tinggi. Mereka juga tidak berhenti mempengaruhi opini publik, khususnya internasional.
BRIN melihat operasi militer merupakan salah satu cara yang harus dimasuki dulu untuk kemudian masuk ke dalam dialog Papua Jilid II. Ibarat mendaki gunung di mana ketika hendak mencapai puncak ada batu yang menghalangi. Batu penghalang itu harus dipaksa digeser. Menurut Syafuan keberadaan gerakan OPM saat ini sudah serupa kelompok Hamas. Mereka memiliki senjata dan logistik. Juga secara terbuka memperlihatkan bagaimana bisa menembak, menculik dan mengambil peralatan. OPM merasa yakin dengan kekuatan militer yang dimiliki.
Karenanya jika cara damai sudah tidak bisa lagi dilakukan, kata Syafuan solusinya adalah operasi militer. Perang atau pertempuran dalam operasi militer, kata Syafuan bertujuan membawa mereka ke meja perundingan yang selama ini ditolak. Jika OPM sudah tidak memiliki cara lagi bertempur, maka meja perundingan akan menjadi solusi satu-satunya. Pada saat operasi militer berlangsung, banyak tuntutan yang bisa ditawarkan.
Anggota Komisi I DPR RI Sturman Panjaitan mendukung perubahan istilah oleh TNI, terkait penamaan kelompok bersenjata di Papua, yang semula Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dia menilai karena hal ini menyangkut kedaulatan bangsa Indonesia, sehingga penanganan yang dilakukan menjadi lebih tegas dan jelas dibandingkan dengan KKB. Menurut dia, jika istilah yang digunakan berbeda, maka dampak yang ditimbulkan pun berbeda. Jika kepolisian menggunakan KKB karena kaitannya dengan keamanan, namun jika TNI harus menggunakan OPM Mengingat wilayah Indonesia adalah wilayah yang berdaulat, maka TNI bisa bersikap lebih tegas karena persoalan Papua ini harus dituntaskan
Penindakan tegas terhadap kekerasan KST Papua atau OPM perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar dapat berjalan secara optimal. Apalagi pemerintah saat ini terus menggenjot pembangunan di Tanah Papua. Pemerintah juga telah mengalokasikan dana untuk daerah otonomi khusus (Otsus) pada tahun 2024, dengan tujuan mendukung percepatan pembangunan di Papua. Dana ini diarahkan untuk berbagai kegiatan strategis, termasuk peningkatan investasi dan bantuan langsung untuk peningkatan produktivitas masyarakat. Namun, untuk memastikan efektivitas alokasi dana tersebut, penindakan tegas terhadap kekerasan OPM menjadi hal yang sangat penting.
Mendukung penuh aparat keamanan dalam menindak tegas OPM pengganggu kedamaian Tanah Papua adalah langkah yang sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas dan kedamaian di wilayah tersebut. Dukungan dari berbagai elemen masyarakat, bersama dengan komitmen pemerintah dalam memperkuat langkah-langkah penindakan, akan membantu memastikan bahwa Tanah Papua dapat terus berkembang menuju masa depan yang lebih baik, damai, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.
*Penulis Adalah Mahasiswa Papua di Surabaya
Post Comment