Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Paham Intoleran di Era Digital
Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Paham Intoleran di Era Digital
Oleh Yusuf Ali
Di era digital seperti saat ini, ancaman terorisme dan radikalisme menjadi semakin kompleks dan sulit diantisipasi. Internet dan media sosial, yang seharusnya menjadi sarana untuk menyebarkan informasi positif dan membangun jejaring sosial yang produktif, kerap disalahgunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi ekstrem mereka. Situasi ini menuntut kita semua, dari pemerintah hingga masyarakat umum, untuk senantiasa waspada dan proaktif dalam mencegah penyebaran paham radikal.
Pemerintah Indonesia telah menyadari betapa pentingnya upaya pencegahan terhadap radikalisme dan terorisme ini. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya ideologi ekstrem dan bagaimana cara menghadapinya.
Seperti yang terlihat dalam kegiatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-121 yang dilaksanakan oleh Komando Distrik Militer (Kodim) 1605/Belu di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, pemerintah menggandeng berbagai elemen, termasuk kepolisian, untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme dan terorisme. Kegiatan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani ancaman yang terus menghantui stabilitas dan keamanan negara.
Dalam penyuluhan yang digelar di Aula Kantor Desa Tniumanu, Kecamatan Laen Manen, Kabupaten Malaka, Komandan Distrik Militer (Dandim) 1605/Belu, Letnan Kolonel (Letkol) Arh Suhardi, S.T., menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam melawan ideologi radikal dan aksi-aksi terorisme. Melalui kegiatan ini, pihaknya mengajak partisipasi aktif masyarakat melawan terhadap tindakan dan aksi-aksi dari kedua paham tersebut. Beliau menegaskan bahwa seluruh elemen masyarakat harus siap siaga terhadap ancaman terorisme dan radikalisme.
Langkah seperti yang dilakukan di Kabupaten Malaka adalah contoh nyata dari bagaimana pendekatan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat ketahanan sosial terhadap ancaman ideologi radikal. Namun, ancaman ini tidak hanya hadir dalam bentuk fisik atau kegiatan yang nyata, melainkan juga tersembunyi di balik layar komputer dan ponsel yang kita gunakan sehari-hari.
Di era digital, radikalisasi sering kali terjadi melalui konten-konten di media sosial yang tampaknya tidak berbahaya, tetapi sebenarnya mengandung ideologi ekstrem yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, terutama di kalangan generasi muda. Imam Hanafi, dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, dalam program Spada Pro 2 RRI Pekanbaru, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penggunaan media sosial oleh kelompok muda yang rentan terhadap pengaruh konten digital yang mengarah pada radikalisme. Imam menjelaskan, di era digital ini ada faktor penting kenapa moderasi itu penting untuk ada, dan harus ada pengarusutamaan isu-isu di dunia digital agar bisa memasuki ruang digital anak muda.
Imam mengingatkan bahwa banyak anak muda yang terpapar oleh bacaan-bacaan yang bertentangan dengan prinsip moderasi beragama, yaitu pemahaman agama yang sempit dan intoleran. Tantangan terbesar di era digital adalah bagaimana kita bisa menyaring informasi yang benar dari yang salah, dan bagaimana kita bisa membentengi diri dari pengaruh ideologi yang dapat merusak kedamaian dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Oleh karena itu, moderasi beragama harus menjadi fokus utama dalam edukasi digital, terutama bagi generasi muda yang merupakan target utama penyebaran ideologi radikal. Masyarakat, terutama orang tua dan pendidik, perlu terus mengingatkan anak-anak dan remaja untuk selalu kritis terhadap informasi yang mereka dapatkan di media sosial. Jangan sampai mereka terjerumus dalam perangkap ideologi ekstrem yang dapat menghancurkan masa depan mereka dan merusak tatanan sosial yang telah kita bangun dengan susah payah.
Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam memerangi radikalisme dan terorisme. Diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, dan seluruh masyarakat. Imam Hanafi menekankan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki peran dalam menjaga moderasi beragama. Imam juga menegaskan bahwa semua insan Indonesia itu memiliki peran moderasi beragama. Karena di beberapa negara muslim di Timur Tengah itu pecah belah saat ini, karena berebut negara dengan ideologinya masing-masing. Indonesia tentu tidak ingin tercebur dalam persoalan itu.
Indonesia adalah negara dengan keberagaman yang luar biasa, baik dari segi etnis, budaya, maupun agama. Keberagaman ini adalah kekuatan kita, tetapi juga bisa menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik. Radikalisme dan terorisme berusaha memecah belah dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan ini. Oleh karena itu, sikap toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan semangat persatuan harus terus dijaga dan tanamkan dalam setiap aspek kehidupan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Ancaman terorisme dan radikalisme di era digital adalah tantangan yang nyata dan serius bagi kita semua. Namun, dengan kewaspadaan, edukasi yang tepat, dan kerja sama yang erat antara pemerintah dan masyarakat, kita dapat mencegah penyebaran ideologi radikal dan menjaga Indonesia tetap damai, aman, dan bersatu. Mari kita bersama-sama menjaga negeri ini dari ancaman yang dapat merusak harmoni dan kedamaian yang telah kita bangun bersama.
)* penulis merupakan pengamat terorisme
Post Comment