Waspada Aksi Demo 1 Maret Ganggu Rekapitulasi Suara Pemilu 2024

Waspada Aksi Demo 1 Maret Ganggu Rekapitulasi Suara Pemilu 2024

Oleh: Gema Iva Kirana

Adanya aksi unjuk rasa atau demonstrasi pada 1 Maret 2024 jelas merupakan sebuah aksi yang sangat berpotensi dan rawan untuk ditunggangi oleh pihak tidak bertanggung jawab dan mereka hanya ingin memecah belah bangsa ini. Terlebih, aksi tersebut juga justru semakin mengganggu proses rekapitulasi suara Pemilihan Umum (Pemilu) yang sedang berjalan.

Terdapat sebuah kabar bahwa sekelompok Alumni Universitas Indonesia (UI) Perubahan akan melangsungkan aksi unjuk rasa atau demonstrasi pada hari Jumat, 1 Maret 2024 di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Aksi tersebut mereka lakukan untuk menolak adanya indikasi akan kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik 2024. Tentunya hal tersebut sangat disayangkan, karena sebenarnya negara sendiri juga memiliki mekanisme tersendiri bagi pihak yang masih belum puas akan hasil Pemilu.

Alih-alih melaksanakan demonstrasi yang justru akan semakin rawan untuk ditunggangi oleh pihak tidak bertanggung jawab dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, selain itu berpotensi meningkatkan kerusuhan di tempat umum, sebenarnya alangkah baiknya jika mereka yang kurang puas akan hasil Pemilihan Umum itu membawa bukti kecurangan yang dituduhkan tesebut sebagaimana jalur hukum yang berlaku di Indonesia, yakni melalui mekanisme Mahkamah Konstitusi (MK).
Sehingga ketika mereka membawanya ke jalur hukum yang sudah difasilitasi oleh negara, maka juga akan semakin meminimalisasi kemungkinan terjadinya kerusuhan dan kemungkinan adanya hal-hal yang tidak diinginkan.
Terlebih, jika mereka memanfaatkan fasilitas MK tersebut, maka menandakan juga bahwa mereka merupakan warga negara yang baik karena taat dengan konstitusi yang berlaku di negeri ini, srta menandakan bahwa pesta demokrasi berjalan dengan baik sesuai dengan esensinya.
Namun, apabila ternyata ajakan demonstrasi terus dilakukan, terlebih juga menyebarkan banyak isu dan provokasi atau berita bohong (hoaks), justru menandakan bahwa mereka merupakan pihak yang kurang paham akan esensi dasar berdemokrasi di negeri ini.
Demokrasi sendiri akan benar-benar mampu ditegakkan apabila setelah pelaksanaan Pemilu, seluruh pihak termasuk mereka yang ikut berkontestasi, para tim suksesnya (Timses) hingga pendukungnya mampu menerima dengan ikhlas dan lapang dada apapun serta bagaimanapun hasil akhirnya.
Ketika setiap pihak itu mampu menerima seluruh konsekuensi dari kontestasi, yakni pasti akan ada pihak yang kalah dan menang, maka seharusnya mereka bukan hanya bersiap untuk menang saja, melainkan juga mampu siap kalah. Ketika masyarakat memiliki keyakinan bahwa pemerintah dipilih secara demokratis, mereka akan lebih cenderung untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang diimplementasikan, termasuk kebijakan ekonomi. Kepemimpinan yang dipilih secara demokratis juga cenderung lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Kemudian setelah menerima kenyataan tersebut, maka tugas selanjutnya adalah bagaimana mampu kembali merajut persatuan dan kesatuan bangsa serta berekonsiliasi demi membangun bangsa ini secara bersama-sama untuk kebaikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menyebutkan bahwa dalam setiap aksi demonstrasi ataupun unjuk rasa yang dilakukan, sebenarnya jelas akan sangat rawan ada pihak yang menungganginya.
Pengamat tersebut sangat meyakini bahwa di balik setiap unjuk rasa dalam tuntutan apapun, pasti ada pihak yang menunggangi hanya demi kepentingan mereka dan kelompoknya saja, namun mereka seolah menyamar di balik nama sejumlah massa tersebut dan seolah tuntutan itu merupakan sebuah tuntutan dari sebagian besar masyarakat.
Maka dari itu, tidak jarang memang dalam banyak aksi demonstrasi akan diwarnai dengan kemunculan tindakan anarkisme, termasuk juga upaya untuk mengajak massa untuk mendelegitimasi pemerintahan yang sah. Bahkan tidak jarang pula beberapa massa yang ikut dalam gerakan itu sebenarnya mereka sendiri tidak mengetahui apa esesnsi yang sedang mereka tuntut karena sekedar ikut-ikutan saja.
Sejatinya, seluruh masyarakat di Indonesia tentunya sangat menginginkan proses rekapitulasi hasil suara Pemilu 2024 mampu berlangsung dengan lancar dan baik tanpa kendala sedikitpun. Namun nyatanya, justru ketika masih ada pihak yang menggulirkan aksi demonstrasi itu, maka mereka sama saja tidak mendukung proses rekapitulasi, melainkan justru hanya menghambatnya.
Hal tersebut terjadi ketika rapat pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 di Kabupaten Kuningan yang diwarnai dengan aksi unjuk rasa. Sejumlah massa menuntut agar proses rekapitulasi bisa ditunda sampai persoalan pelanggaran Pemilu mampu diselesaikan. Pada akhirnya, berjalannya rekapitulasi yang seharusnya mampu dengan lancar tanpa gangguan, justru semakin terganggu dan pihak penyelenggara Pemilu tidak bisa berfokus untuk memberikan pelayanan terbaik mereka.
Demonstrasi 1 Maret 2024 merupakan sebuah aksi unjuk rasa yang sangat rawan untuk ditunggangi oleh pihak tidak bertanggung jawba hanya demi kepentingan mereka dan kelompoknya saja, selain itu dengan adanya unjuk rasa itu nyatanya bukan mendinginkan suasana pasca Pemilu, namun malah mengganggu proses rekapitulasi suara.

*) Kontributor Persada Institute

Post Comment