Waspadai Provokasi Demo Anarkis Tolak UU Ciptaker Saat Mayday
Waspadai Provokasi Demo Anarkis Tolak UU Ciptaker Saat Mayday
Oleh : Bimo Ariyan Beeran
Perayaan Mayday atau hari buruh menjadi momen yang ditunggu elemen buruh. Kendati demikian, para buruh diminta untuk tetap menjaga situasi kondusif dan mewaspadai provokasi demo anarkis Tolak UU Ciptaker Saat Mayday .
Perayaan Hari Buruh 1 Mei 2023 atau Mayday akan menjadi momentum istimewa bagi kelompok buruh. Terbaru, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal juga memiliki rencana untuk membawa sebanyak 100 ribu buruh ke Istana Negara, Jakarta. Aksi tersebut dilakukannya dalam rangka peringatan May Day atau hari buruh pada 1 Mei 2023 mendatang.
Beberapa isu dalam peringatan May Day itu adalah tuntutan untuk mencabut Omnibus Law Cipta Kerja, pencabutan parliamentary threshold 4% (persen), kemudian mengesahkan rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, menolak RUU Kesehatan, reforma agraria dan kedaulatan pangan. Sebelumnya, Said Iqbal juga pernah sesumbar untuk melakukan demonstrasi massal dan mogok nasional.
Tentunya dengan adanya aksi demonstrasi hingga aksi mogok nasional, harus bisa dilakukan dengan beberapa persyaratan tertentu. Persyaratan itu untuk bisa menjamin agar kepentingan seluruh masyarakat lainnya tidak terganggu akibat pelaksanaan aksi demonstrasi dan mogok kerja yang dilakukan.
Selain itu, sebenarnya dengan adanya aksi mogok kerja, justru sebenarnya malah memberikan dampak yang besar bagi banyak kalangan, bukan hanya untuk buruh sendiri, untuk perusahaan, namun juga untuk negara.
Diketahui bahwa dampak pertama, yakni akan ada kerugian materil bagi perusahaan, karena tentunya dengan aksi demonstrasi dan mogok kerja tersebut menjadikan hilangnya jam kerja yang cukup signifikan sehingga proses produksi akan sangat terhambat.
Kemudian dampak kedua akan menimbulkan adanya ketidakstabilan politik dan ekonomi. Hal ini justru sangat kontraproduktif dengan apa yang para buruh katakan, yakni aksi mereka untuk bisa mengembalikan perbaikan perekonomian nasional, padahal justru nyatanya tidak demikian.
Pasalnya, UU Cipta Kerja yang mereka protes sendiri merupakan sebuah upaya konkret dari Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam melakukan mitigasi mengenai adanya krisis ekonomi global, yang juga akan sangat berpotensi untuk merambat menjadi krisis ekonomi nasional.
Tapi, keberadaan UU Cipta Kerja justru banyak ditolak oleh para buruh, yang mana penolakan mereka menggunakan sejumlah aksi demontrasi, yang sangat rentan akan keberlangsungan anarkisme dan juga provokasi. Bukan hanya itu, namun justru jelas memunculkan ketidakstabilan politik dan ekonomi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adanya ketidakstabilan ekonomi yang terjadi lantaran aksi demonstrasi dan mogok kerja tersebut sebenarnya masih berkorelasi dengan poin awal mengenai hilangnya jam kerja dari para buruh, sehingga tentu proses produksi akan sangat terhambat, yang mana justru secara makro mampu menghambat pertumbuhan ekonomi nasional sendiri.
Poin lainnya dari aksi demonstrasi dan juga mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh dalam rangka menolak UU Cipta Kerja adalah justru akan turut menghambat masuknya investasi dari para penananam modal, entah itu dari dalam negeri sendiri ataupun dari luar negeri untuk bisa masuk ke Indonesia.
Bagaimana tidak, karena tentunya para penanam modal akan melihat dan terus memantau bagaimana kondisi di wilayah yang hendak mereka tanam modalnya, ketika di sana masih terus terjadi ketidakstabilan ekonomi, akan membuat para investor sendiri terus berhati-hati dan akhirnya enggan untuk melakukan penanaman modal dan jelas sekali akan mengganggu iklim investasi.
Dengan adanya aksi dari para buruh ini, juga turut menghambat kegiatan ekspor dari perusahaan dan kegiatan ekspor negara. Padahal, justru kegiatan ekspor sendiri menjadi salah satu hal yang sangat amat menguntungkan untuk Tanah Air, namun seluruhnya akan terhambat dengan adanya aksi demonstrasi dan mogok kerja nasional.
Padahal, sejatinya dengan adanya pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja pada konteks ketenagakerjaan sendiri, merupakan sebuah bukti nyata dari bagaimana komitmen kuat yang dimiliki oleh Pemerintah RI supaya terus mampu memberikan perlindungan tenaga kerja dan juga keberlangsungan usaha untuk bisa menjawab seluruh tantangan akan perkembangan dan dinamika ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker RI), Ida Fauziyah menjelaskan bahwa salah satu poin yang juga seringkali dibawa dalam momen aksi demonstrasi para buruh adalah mengenai upah. Menurutnya, telah terjadi penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum, yang terus mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi hingga indeks tertentu.
Termasuk juga, dalam UU Cipta Kerja sendiri sudah ada penegasan kewajiban untuk menerapkan struktur dan skala upah oleh para pengusaha untuk pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih. Ada pula perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Sehingga, tentunya justru segenap aksi demonstrasi dan juga aksi mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh dalam rangka menolak UU Cipta Kerja sendiri sejatinya sangat merugikan mereka sendiri. Bukan hanya karena aksi demonstrasi biasanya akan sangat rentan dengan provokasi dan tindakan anarkis, namun sebenarnya produk hukum yang mereka tentang justru sudah sangat mengakomodasi dan menyejahterakan para pekerja di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
Post Comment