Transisi Energi Tercapai, Kesejahteraan Masyarakat Meningkat Berkat Inovasi Cofiring PLN IP
PLN Indonesia Power (PLN IP) terus lakukan inovasi di berbagai lini bisnis, tak terkecuali program _cofiring_ di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Kali ini melalui salah satu Unitnya, Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Singkawang yang menjadikan biomassa dari limbah serbuk gergaji atau _sawdust_ sebagai campuran energi primer di PLTU Bengkayang, Kalimantan Barat. Program ini tak hanya mendukung transisi energi di Tanah Air, namun juga memberikan manfaat ganda bagi korporasi dan masyarakat yang terdongkrak kesejahteraannya.
Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra mengatakan biomassa _sawdust_ menjadi salah satu pilihan untuk dijadikan energi primer untuk menggantikan peran batubara, aksi ini merupakan bentuk komitmen PLN grup dalam upaya transisi energi di Tanah Air serta mendukung percepatan menuju _Net Zero Emision_ tahun 2060. _Cofiring Biomass_ ini juga merupakan salah satu _green booster_ dalam program akselerasi peningkatan bauran energi terbarukan Tanah Air.
“Penggunaan biomassa pada PLTU Bengkayang akan menurunkan emisi yang berasal dari sektor kelistrikan, hal ini merupakan dukungan PLN IP sebagai Subholding PLN kepada Pemerintah untuk mencapai _Net Zero Emision_ pada tahun 2060,” kata Edwin.
Edwin mengungkapkan, uji bakar _cofiring_ biomassa _sawdust_ pada PLTU Bengkayang merupakan konversi bahan bakar fosil batubara dengan bahan bakar biomassa. Uji bakar tersebut menggunakan 250 ton atau 10% dari total pemakaian batubara PLTU Bengkayang per harinya.
“Uji bakar _cofiring_ biomassa _sawdust_ pada PLTU Bengkayang telah kami laksanakan dengan presentase 10% dari total pemakaian batubara, ini merupakan salah satu komitmen PLN dalam mendukung konversi energi baru terbarukan,” tuturnya.
Sementara itu, Manajer PLN IP UBP Singkawang Slamet Muji Raharjo mengatakan target produksi listrik yang bersumber dari biomassa pada PLTU Bengkayang sebesar 5.000 MW, artinya sekitar 4% dari total keseluruhan produksi listrik yang dihasilkan PLTU tersebut dalam waktu satu tahun.
“Setelah uji bakar _cofiring sawdust_ ini kedepannya tentu kami akan lakukan secara berkelanjutan menggunakan biomassa _sawdust_ dan alternatif lainnya,” ujar Slamet.
Dalam prosesnya, pemanfaatan biomassa _sawdust_ sebagai energi primer PLTU Bengkayang ini melibatkan masyarakat, salah satunya melalui kelompok Sawmill. Ketua Sawmill Muhsinin mengaku mendapat manfaat dengan adanya program cofiring sawdust, yaitu meningkatkan produktifitas Sawmill. Sebelumnya limbah _sawdust_ memenuhi area kerja sehingga area kerja menjadi terbatas dan kotor, namun kini dengan adanya program _cofiring di PLTU Bengkayang dirasa dapat memberikan nilai ekonomi sehingga penghasilan dapat meningkat serta dapat menyerap tenaga kerja baru.
“Pekerja yang dilibatkan dalam ekosistem biomassa sebelumnya merupakan pengangguran, sehingga dengan adanya program ini sangat membantu memberikan penghasilan per orang Rp 100 ribu per truk dengan asumsi 1 hari 1 truk maka 1 bulan mendapat penghasilan Rp 3 juta yang mana ini lebih besar dari UMK di Mempawah sebesar Rp 2,7 juta. Penghasilan tesebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk sekolah anak,” jelas Muhsinin.
Muhsinin melanjutkan, selain berdampak pada kesejahteraan masyarakat, program pemanfaatan _sawdust_ untuk _cofiring_ juga berdampak pada perbaikan lingkungan. Dimana dengan program ini dapat secara langsung mengatasi permasalahan limbah kayu.
“Biomassa yang berasal dari _sawdust_ ini memberikan beragam manfaat, baik dari sisi kesehajeraan masyarakat hingga kelestarian lingkungan,” imbuhnya.
PLN IP sebelumnya juga telah melaksanakan _cofiring_ pada PLTU Bengkayang, dengan memanfaatkan limbah racik uang kertas (LRUK) sebagai bahan bakar pengganti batubara.
Pemanfaatan LRUK tersebut merupakan wujud kolaborasi antara PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Singkawang bersama Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Barat.
Post Comment